Jumat, 13 Juni 2025


Mentan Respons Wacana Pungutan Ekspor Kelapa: Prioritas Nomor Satu Tetap Petani

31 Mei 2025, 08:15 WIBEditor : Gesha

Wacana pungutan ekspor kelapa ditanggapi oleh Mentan Amran Sulaiman dengan penegasan bahwa keberpihakan kepada petani tetap dijadikan prioritas utama dalam setiap kebijakan.

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Wacana pungutan ekspor kelapa ditanggapi oleh Mentan Amran Sulaiman dengan penegasan bahwa keberpihakan kepada petani tetap dijadikan prioritas utama dalam setiap kebijakan.

Di tengah kabar bergulirnya rencana penetapan pungutan ekspor (PE) untuk kelapa bulat, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa keberpihakan pada petani adalah harga mati.

Dalam pernyataan tegasnya, Amran menekankan bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah, terutama di sektor pertanian, harus mendahulukan kesejahteraan petani sebagai produsen utama.

“Kita lihat nanti, yang terpenting kata kuncinya adalah apapun kebijakan pemerintah, kita ingin berpihak pada produsen, yaitu petani,” ujar Amran saat menggelar acara syukuran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 4 juta ton di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2025).

Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap wacana Kementerian Perdagangan yang belum lama ini menyebut akan menetapkan pungutan ekspor untuk komoditas kelapa bulat.

Namun, Amran memastikan, segala bentuk kebijakan ekspor harus melalui pertimbangan matang demi menjamin keuntungan petani dan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri.

“Harga kelapa dari Rp1.000 jadi Rp8.000–Rp10.000 per kilogram. Kalau per biji, dari Rp1.000 jadi Rp5.000–Rp6.000. Intinya adalah bagaimana menyejahterakan rakyat, menjaga kedaulatan pangan kita, baru kemudian ekspor,” tegas Amran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kelapa dalam kulit (HS Code 08011200) mengalami lonjakan signifikan sepanjang Januari hingga Maret 2025.

Tercatat, ekspor pada Januari mencapai 31,85 ribu ton dengan nilai USD 13,35 juta, naik pada Februari menjadi 38,57 ribu ton (USD 17,36 juta), dan kembali meningkat di Maret menjadi 39,47 ribu ton (USD 14,94 juta).

Total ekspor kuartal pertama 2025 mencapai 109,90 ribu ton senilai USD 45,66 juta yang melonjak tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar 77,27 ribu ton (USD 18,48 juta).

Namun, lonjakan ekspor ini juga menimbulkan kekhawatiran akan pasokan dalam negeri.

Oleh karena itu, PE kelapa dinilai sebagai opsi untuk menahan laju ekspor yang berlebihan dan memastikan ketersediaan kelapa di pasar lokal tetap terjaga.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebutkan bahwa hingga saat ini besaran pungutan ekspor kelapa masih belum diketok palu.

“Belum tahu (besarannya), karena rapatnya belum selesai. Seharusnya minggu ini atau minggu depan sudah final,” ujarnya dalam sebuah forum di UGM. 

Budi menjelaskan bahwa ide penerapan PE kelapa bulat sebenarnya bukan hal baru.

Pemerintah telah lama menyusun rencana ini untuk menyeimbangkan antara ekspor dan kebutuhan domestik. Namun, implementasinya perlu dikaji secara cermat agar tidak memukul produsen kecil di daerah.

Hilirisasi Kelapa

Tak hanya soal ekspor, Amran juga menyoroti pentingnya hilirisasi kelapa agar komoditas ini tak hanya diekspor dalam bentuk bulat.

Ia menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyusun peta jalan hilirisasi kelapa untuk menambah nilai jual dan menyejahterakan petani.

“Sudah pembahasan. Kita pembahasan terus-menerus di mana kelapa kita hilirisasi nanti. Jadi added valuenya lompat nanti, petani kelapa nanti sejahtera,” ungkap Amran.

Langkah konkret sudah dilakukan. Amran telah mengadakan rapat strategis bersama Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Dalam pertemuan tersebut, kelapa termasuk dalam prioritas komoditas yang akan masuk ke dalam agenda hilirisasi nasional.

Dengan ekspor kelapa bulat Indonesia yang telah menembus 2 juta ton dengan nilai mencapai Rp20 triliun per tahun, potensi lonjakan nilai melalui hilirisasi diproyeksikan mencapai hingga tiga kali lipat mencapai Rp60 triliun!

Mentan Amran menegaskan bahwa pemerintah tidak anti-ekspor, namun harus selalu mengutamakan aspek keberlanjutan dan keadilan bagi produsen dalam negeri.

“Ekspor penting, tapi bukan segalanya. Kita harus punya ketahanan dan kedaulatan pangan dulu. Kalau rakyat sudah sejahtera, petani tersenyum, baru kita bicara ekspor besar-besaran,” tutup Amran.

Reporter : Nattasya
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018