Jakarta- Para eksportir kopi tengah mengantisipasi penurunan harga kopi di tingkat dunia. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menyatakan, harga kopi sudah memasuki yang terendah sejak beberapa tahun lalu.
Ketua Kompartemen Specialty Kopi dan Industri Kopi AEKI, Pranoto Soenarto, mengatakan, harga kopi masih sulit membaik akibat permainan harga dari pemilik modal. "Zaman sekarang bukan faktorsupply vs demand, tapi fund manager yang play the game. Naik turun sangat tipis, harga sangat prihatin," kata Pranoto kepada Tempo, Selasa, 12 Februari 2013.
Harga rata-rata kopi arabika di NYBOT-ICE tadi malam turun 0,90 sen menjadi US$ 140,15 sen per pon. Sedangkan pada London Financial Futures and Option Exchange (LIFFE), harga kopi robusta turun US$ 45 menjadi US$ 2.078 per metrik ton.
Meskipun demikian, asosiasi masih berharap harga kopi bisa naik kembali pada semester kedua tahun ini di kisaran US$ 180 sen per pon untuk arabika dan US$ 2.200 per ton untuk kopi robusta. "Supaya harga cukup sehat, untuk produsen happy, konsumen oke," ujarnya.
Untuk bisa mendongkrak harga kopi, menurut dia, diperlukan dukungan dari pemerintah berupa perbaikan produktivitas tanaman kopi. Ini bisa dilakukan agar volume kopi yang diproduksi terus meningkat sehingga harga tidak terpengaruh.
Pranoto menyayangkan produksi kopi nasional setiap tahunnya hanya berkisar 600-720 ribu ton. Produktivitas tanaman kopi juga dinilai perlu digenjot untuk mampu bersaing dengan negara produsen kopi lainnya seperti Brasil. Produktivitas tanaman kopi Indonesia hanya 600-700 kilogram per hektare. "Harusnya produktivitas di atas 1 ton per hektare," katanya.
Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar nomor tiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam. Sekitar 75 persen produksi kopi nasional berupa jenis robusta, dan 25 persen jenis arabika.
Brasil mampu memproduksi 3 juta ton kopi di mana 70 persennya adalah jenis arabika. Produsen terbesar kedua adalah Vietnam dengan volume 1,3 juta ton di mana 80 persennya berjenis robusta. "Sekarang Brasil sedang mengejar produksi kopi robusta karena permintaan dunia makin tinggi."
Ia juga berharap nilai ekspor kopi tahun ini bisa meningkat dari US$ 1,2 miliar tahun lalu menjadi US$ 1,4 miliar. Indonesia mengekspor kopi arabika terbesar ke Amerika dan kopi robusta diekspor ke Eropa dan Jepang.
Kementerian Pertanian menargetkan produksi kopi tahun ini mencapai 763.000 ton atau naik 16,11 persen dibanding tahun lalu. Tahun lalu, realisasi produksi kopi sebesar 657.138 ton.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, untuk menaikkan produksi kopi, Kementerian Pertanian melakukan sejumlah cara. Salah satunya adalah mempercepat perluasan areal tanam dan peremajaan tanaman. Selain menaikkan produksi kopi, ke depan pemerintah akan meningkatkan ekspor produk olahan kopi.
"Sehingga ekspor kopi tidak dilakukan dalam bentuk mentah, melainkan barang jadi, sehingga memiliki nilai tambah. Ini tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia bagaimana mengekspor kopi olahan yang mempunyai nilai tambah tinggi," kata Rusman.
Di Indonesia, kebutuhan kopi diperkirakan mencapai 121.107 ton per tahun. Luas area perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta hektare, diantaranya tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua.