Minggu, 23 Maret 2025


Tata Kelola Budidaya Kakao Perlu Diperbaiki

22 Jul 2016, 16:49 WIBEditor : Julianto

Tata kelola budidaya kakao perlu diperbaiki. Di lapangan, banyak petani yang sudah tidak tepat dalam berbudidaya, khususnya saat pemeliharaan tanaman dan pemupukan.

Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Gamal Nasir mengatakan, di lapangan, khususnya sentra perkebunan kakao, penggunaan dan tata cara menaburkan pupuk sudah tidak tepat lagi, bahkan ada yang tidak memberikan pupuk.

“Petani perlu diajari dan dibimbing di lapangan. Belum ada tata kelola dalam budidaya dan kesuburan tanah,” kata Gamal saat membuka Workshop Manajemen Berkelanjutan Kesuburan Tanah dan Pemupukan Kakao di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Karena itu menurut Gamal, petani perlu mendapat penyuluhan dan pendampingan. Tanpa adanya penyuluhan, maka bantuan yang pemerintah berikan baik pupuk dan benih tidak akan terlihat keberhasilannya. “Jadi di lapangan banyak perlu dibenahi dalam budidaya kakao di tingkat petani,” ujarnya.

Laporan dari BPKP, ungkap Gamal, petani banyak yang menggunakan pupuk tidak sesuai formula. Bahkan di lapangan tidak terlihat lagi pupuk formula yang sesuai dengan kondisi tanah. Kondisi tersebut membuat produksi kakao dalam negeri menurun.

Hal ini menjadi alasan DPR yang menganggap Gernas Kakao gagal, sehingga anggaran untuk pengembangan kakao dipangkas habis. Jika sebelumnya mencapai Rp 1,4 triliun, maka tahun ini tinggal Rp 213 miliar. “DPR menganggap Gernas Kakao tidak ada manfaatnya karena produksi kakao kita turun,” ujar Gamal.

Padahal lanjut dia, harus dibedakan hasil dari tanaman yang terkena program Gernas Kakao dengan yang tidak. Hasil evaluasi Kementerian Pertanian, produktivitas tanaman kakao yang terkena program Gernas cukup tinggi antara 1,5-2 ton/hektar (ha). Sedangkan tanaman kakao yang tidak terkena Gernas, produktivitasnya di  bawah 1 ton/ha.

Selain itu, luas lahan tanaman kakao yang ikut program Gernas hanya 26,6% dari total 1,7 juta hektar (ha). Karena lahan yang terkena Gernas Kakao jauh lebih sedikit dibandingkan yang tidak terkena menyebabkan kenaikan produksi tidak banyak. Saat ini produksi kakao Indonesia sekitar 728 ribu ton. “Bagaimana kalau tidak ada Gernas sama sekali. Bisa-bisa produksi akan turun drastis,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah mengakui, adanya penurunan produksi kakao di dalam negeri karena faktor menurunnya kesuburan tanah. Hal ini karena banyak lahan yang tak lagi diberikan pupuk oleh petani. Akibatnya tanaman tidak optimal dalam memproduksi kakao.

Padahal salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman adalah dengan pemupukan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), Jember menurut Soetanto, sebenarnya sudah mengeluarkan formula pupuk untuk berbagai lahan di Indonesia. Farmula tersebut mengandung kadar N, P dan K yang berbeda-beda untuk tiap sentra kakao.

“Karena formula N, P dan K berbeda-beda, produksi engga memproduksi pupuk karena volumenya kecil,” ujarnya. Kondisi tersebut ungkap Soetanto, membuat petani dalam memberikan pupuk tidak sesuai dosis. “Karena itu petani perlu mendapat pendampingan kembali dalam pemupukan,” tambahnya. Yul

 

Editor : Ahmad Soim

BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018