Di tengah situasi kelangkaan bahan baku belakangan ini, berbagai persoalan serius masih membayangi aktivitas keseharian pabrik kelapa sawit (PKS). Salah satu yang sulit untuk diredam adalah merebaknya pencurian TBS yang oleh masyarakat sekitar kebun kerap disebut sebagai aksi para “ninja”.
Kepada sejumlah wartawan ibukota yang melakukan kunjungan ke PKS Unit Kisaran milik PT. Bakrie Sumatera Plantations (BSP) Tbk, di Desa Sungai Bale, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, belum lama berselang manager pabrik Unit Kisaran, Miswar Efendi Hasibuan mengemukakan, saat ini bertepatan dengan musim kemarau umumnya PKS dihadapkan pada problema kurangnya bahan baku menyusul turunnya produksi/pasokan tandan buah segar (TBS).
Kondisi kurangnya pemasukan bahan baku TBS membuat pihak pabrik beroperasi jauh di bawah kapasitas produksi maksimal yang mencapai 45 ton TBS per jam. Selain itu waktu operasi pabrik juga menjadi mundur, kalau biasanya start pabrik pada pukul 8.00 maka kini baru bisa dimulai pada pukul 9.00 WIB.
Pihak manajemen mau tidak mau harus menambah pasokan TBS dari pihak ketiga karena produksi dari kebun sendiri juga berkurang. Namun perburuan bahan baku tersebut, menurut Miswar, juga bukan perkara mudah mengingat saat ini TBS menjadi rebutan banyak pabrik sawit yang ada di Sumatera Utara.
Dalam kondisi pasokan normal, PKS Unit Kisaran biasanya dapat memenuhi 80 persen kebutuhan TBS dari kebun sendiri tetapi untuk saat ini hanya 60 persen bisa dipenuhi sendiri dan sisanya yang 40 persen harus mencari dari pihak ketiga. “Kami makin merasa kesulitan mendapatkan tambahan bahan baku TBS sejak di Sumut ini semakin banyak saja pabrik sawit yang tidak memiliki kebun sawit tapi bisa beroperasi,” jelasnya.
Kelangkaan bahan baku ujung-ujungnya juga mendorong harga TBS di pasaran terus naik. Posisi harga di tanggal 7 Maret 2014 sudah mencapai Rp 1.970 per kg disesuaikan kondisi rendemen TBS bersangkutan dan bukan tidak mungkin harga akan terus menguat selama pasokan masih kurang.
“Yang memprihatinkan, dalam situasi produksi TBS turunpun kenyataannya aksi ninja di kebun sawit kami masih saja terjadi,” tutur Miswar, sambil menambahkan bahwa aksi ninja merupakan istilah populer di masyarakat untuk menyebut tindakan pencurian TBS.
Tim Buser
Aksi para ninja tersebut semakin masif dan umumnya dilakukan pada malam hari. Para pelaku bahkan sudah menggunakan truk-truk pengangkut TBS berkapasitas besar. “Data terakhir yang saya dapat, pada tahun 2013 di sekitar pabrik kami ini 1.500 janjang atau sekitar 30 ton TBS sudah berpindah tangan ke para ninja tersebut,” ujarnya yang pada kesempatan itu didampingi staf teknis pabrik, Suryo Muliono.
Ketua Serikat Pekerja BSP Wilayah Sumatera Utara, Musa Siregar, mengatakan, aksi para ninja cukup sulit untuk bisa dipantau mengingat areal perkebunan sawit BSP sangat luas, tepatnya di wilayah Sumut saja mencapai 22 ribu hektar. Jumlah tenaga pengamanan perusahaan jelas sangat tidak memadai dibandingkan dengan areal yang ada, karenanya pihaknya selalu mengimbau agar seluruh karyawan BSP di Sumut turut berperan aktif untuk melakukan penjagaan setidaknya di lingkungan kerja masing-masing.
Sebenarnya aksi para ninja sudah lama terjadi, namun menurut Musa setelah reformasi kondisinya makin parah. Untuk meminimalisasikan kejadian pencurian TBS sejauh ini telah dibentuk semacam “Tim Buser” dari petugas keamanan intern perusahaan.
Anggota tim buser melakukan pengawasan rutin dan lebih intensif di lokasi-lokasi khusus yang ditengarai banyak diincar para ninja. “Ada sinyalemen orang dalam bermain juga mensukseskan aksi pencurian TBS karena kenyataannya menggunakan truk besar toh bisa lolos. Tetapi selama tidak ada barang bukti, sulit bagi kami untuk membawanya ke ranah hukum,” tandas Musa. ira
Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Editor : Julianto