Kredit revitalisasi perkebunan yang pemerintah luncurkan sejak tahun 2007 masih didominasi pembiayaan untuk usaha perkebunan sawit. Sedangkan untuk komoditi lainnya yakni karet dan kakao masih relatif minim.
Hingga tahun 2013, total luas areal perkebunan sawit yang telah mendapat kucuran kredit revitalisasi mencapai 213.582 hektar (ha). Sedangkan tanaman karet hanya 9.120 ha dan kakao sekitar 1.492 ha. Dengan realisasi kredit yang telah disetujui perbankan sebanyak Rp 10,78 triliyun atau 36,17% dari total plafon sebesar Rp 29,8 triliyun.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan saat Temu Koordinasi Program Revitalisasi Perkebunan, di Bandung, beberapa waktu lalu mengatakan, hingga 2013 perkembangan revitalisasi perkebunan mencakup realisasi persetujuan perbankan sebesar Rp 10,78 triliyun. Rinciannya untuk kredit investasi sebesar Rp 8,25 triliyun dan kredit masa pembangunan (Interst During Construction) sebesar Rp 2.5 triliyun.
Perjalanan revitalisasi perkebunan memang tak berjalan mulus sesuai harapan pemerintah. Pada awal pencanangan program ini, pemerintah dan perbankan telah menetapkan plafon kredit perbankan sebesar Rp 38,6 triliyun dengan luasan target sebesar 1,5 juta ha. Rencananya skema kredit yang bertujuan membantu perbaikan tanaman petani hanya berlansung hingga 2010.
Ternyata dalam pelaksanaan tak semudah di atas kertas. Hingga dipenghujung Tahun 2010, sasaran program revitalisasi perkebunan belum tercapai. Akhirnya, pemerintah memperpanjang skema kredit tersebut hingga 2014 dan luas arealnya pun dikurangi hanya menjadi sekitar 343.279.
Menurut Rusman, sejak Tahun 2011 dan 2012 program revitalisasi perkebunan menjadi salah satu kegiatan yang mendapat pemantauan khusus dari Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan pemantauan dilaksanakan setiap triwulan. “Pada tahun tersebut, kita berhasil mencapai target sebesar 107.39 persen dan 107,08 persen,” katanya.**
Editor : Julianto