TABLOIDSINARTANI.COM, Luwu Raya --- Kakao Indonesia hingga kini masih dibawah standar, karena itu perlu ditanam bibit kakao unggul dengan produktivitas 4,5 -5 ton per hektar. Sehingga produksi bisa terdongkrak berkali lipat.
"Sedangkan negara negara tetangga, Hanoi yang dulu belajar ke kita produktivitasnya mencapai 3,5 ton per hektar per tahun. Dengan ini (bibit kakao unggul), produksi kakao juga kita harapkan 3,5 ton yang dulunya 0,7 ton jadi bisa naik 3 kali lipat. Artinya apa? kalau bibit-bibit unggul ini kita sebarkan ke seluruh Indonesia, produksinya nanti naik minimal 3 kali lipat, 300 persen," beber Menteri Pertanian, Amran Sulaiman pada lokasi peremajaan kakao di daerah Kamanre, Luwu.
Oleh karena itu, Amran mengungkapkan fokus kerja Kementan untuk perkebunan, salah satunya adalah mengembalikan kejayaan rempah sekaligus komoditas perkebunan strategis seperti karet, kakao dan lainnya. Upaya tersebut dilakukan dengan membagikan bibit unggul, sehingga petani nanti sejahtera karena pendapatannya meningkat.
Di Luwu Utara, Senin (11/3) Menteri Pertanian melakukan program peremajaan rempah dan kakao, termasuk membagikan bantuan bibit unggul kakao dengan produktivitas 3,5 ton per ha per tahun sebanyak 1 juta batang. Selain itu,Menteri Amran memberikan tambahan bantuan bibit kakao tahun 2019 untuk Provinsi Selatan sebanyak 500 ribu batang.
Baca Juga :
Begini Solusi Agar Harga Karet Menguat
Biar Produktif, Peremajaan Karet Ditargetkan 50 Ribu hektar/tahun
Bisakah Usahatani Tebu Semanis Rasa Gula?
Menteri Amran dalam kunjungan kerjanya tidak sendiri karena didampingi oleh Anggota Komisi IV DPR RI Andi Luthfi, Bupati Luwu Basmi Mattayang, Dirjen Perkebunan Kasdi Subagiyono, Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry dan lebih dari 12 ribu petani.
Menteri Amran Sempat menyebutkan bantuan bibit kakao, kopi, lada, tanaman rempah dan perkebunan lainnya di seluruh Indonesia di tahun 2019 sebanyak 30 juta batang dengan anggaranya mencapai Rp 2,4 triliun.
"Bantuan sekarang ada 1 juta batang kakao untuk Luwu. Kami tambahkan hari ini sebanyak 500 ribu batang untuk Provinsi Sulawesi Selatan. Bibitnya yang kita hasilkan sendiri dari sini," ungkap dia.
Mengenai upaya pemerintah dalam pengendalian TBK yakni hama penggerek pada buah kakao, Menteri Amran menegaskan perlu adanya pendampingan yang laten dari PPL. "Intinya keberhasilan ada diujung kaki. Yang terpenting kita sudah mau mulai. Indonesia dikenal dengan rempah-rempah. Eropa datang ke sini karena rempah dan perkebunannya. Kita harus mengembalikan keadaan itu," sambung Menteri Amran.
Hilirisasi Industri
Kementan tidak hanya fokus meningkatkan produktivitas, akan tetapi fokus juga pada menumbuhkan nilai tambah melalui sektor pengolahan. Menurutnya, dengan melakukan hilirisasi produk kakao, akan meningkatkan nilai tambah hingga 1.000 persen.
"Buktinya, kalau ke Singapura bangga membawa oleh-oleh cokelat Silverqueen. Padahal semuanya dari Indonesia bahan bakunya. Singapura tidak punya bahan bakunya, cokelat satu batang pun tidak punya. Prosesingnya di sana harganya sekitar Rp 19.000- Rp 20.000, jadi naik 2.000 persen," jelasnya.
Kondisi inilah yang membuat miris Menteri Amran. "Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesinya ada di bawah kakao ini. karena ini industri kecil, anggarannya sekitar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliyar," tandas Amran.
Bupati Luwu, Basmi Mattayang menyampaikan apresiasi terhadap kebijakan dan program Kementan dalam mengembalikan kejayaan rempah, khususnya kakao. Pasalnya, produktivitas kakao petani hingga saat ini semakin menurun karena umur tanaman yang sudah tua.
Tercatat, sepanjang tahun 2018, produksi kakao 24.260 ton, dengan luas lahan 35.311 ha. "Jika kebijakan ini jalan (hilirisasi industri), kami yakin dipastikan dapat meningkatkan pendapatan petani. Mudah-mudahan dapat dibangun di Luwu agar pendapatan dan kesejahteraan petani semakin naik," pinta Basmi.