Senin, 13 Januari 2025


Prosesing Makanan 

05 Mei 2021, 07:36 WIBEditor : Ahmad Soim

Olahan cabai | Sumber Foto:Memed Gunawan

 

Oleh: Memed Gunawan

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Boleh jadi orang Indonesia sangat suka masak dan berlama-lama di dapur untuk mengolah masakan dari bahan yang masih segar. Orang Indonesia juga lebih suka mengonsumsi masakan segar, dengan jenis masakan yang terkenal sangat bervariasi dan menjadi favorit di berbagai belahan dunia. Memasak. Bukan hanya  cukup memasukkan bahan makanan ke microwave atau oven, tapi masak dari bahan mentah dengan mengupas, memotong, mencuci, mengulek, mencampur, menggoreng dan mengukus.

Tidak banyak makanan yang diproses dan diawetkan di negeri ini. Sedikit. Sejak berabad lalu masih berkisar di ikan asin, asinan, manisan, tape, berbagai jenis keripik, kecap dan tauco. Bahan pengawetnya pun terbatas pada garam dan gula. Dan ini sudah terjadi sejak berabad lalu tanpa kemajuan yang berarti. Belum lama ini, muncul bahan makanan olahan lain seperti santan, makanan kaleng, bumbu dapur, keripik sayur dan buah, serta bahan makanan olahan siap saji atau setengah jadi hasil pabrikan dan usaha kecil. Keberadaannya cukup memberi kemudahan bagi koki-koki amatiran.

Makanan olahan diawetkan melewati proses tertentu, seperti pemanasan, pengeringan, pengalengan, pembekuan, pengemasan, sehingga bisa disimpan dengan kondisi tetap baik dalam waktu tertentu.  Tujuannya agar nutrisi dalam makanan lebih banyak, makanan lebih lezat, atau makanan lebih tahan lama. Sekarang tujuan prosesing sangat terkait dengan bisnis, yaitu  untuk mengatasi fluktuasi produksi, mengurangi kerusakan dan agar  bisa menjangkau pasar yang lebih luas.  

Perubahan gaya hidup membuat manusia semakin banyak mencurahkan waktunya ke urusan bisnis, pekerjaan dan kehidupan sosial dengan mengurangi waktu untuk menyiapkan makanan. Mereka banyak lari ke makanan siap saji, atau memasak bahan makanan olahan setengah jadi, yang siap dimasak dengan cara yang sederhana, tanpa harus mengupas dan membersihkan, bahkan tanpa harus memberikan bumbu lagi. Tinggal mengukus, menggoreng atau yang populer memanggang di oven atau microwave.

BACA JUGA:

Kehilangan hasil pasca panen untuk komoditas pertanian, terutama sayuran sangat tinggi mencapai angka 25-40 persen. Kasus fluktuasi harga yang tinggi, terganggunya pasokan, keterbatasan pemasaran dan kerusakan banyak diakibatkan oleh rendahnya prosesing.  Di Indonesia selama berabad ragam prosesing tidak berubah banyak, diduga karena keterbatasan teknologi, kelangkaan alat penyimpanan dan selera masyarakat yang memang lebih menyukai makanan segar. Dengan demikian peluang distribusi dan perluasan pemasaran juga terkendala karena bahan mentah mudah rusak di perjalanan. Tanpa ada prosesing yang memadai, khususnya perubahan kualitas, perubahan kegunaan dan perubahan nilai, ada kehilangan margin yang besar, karena margin terbesar dari komoditas pertanian berada di pengolahan dan pemasaran.

Pengolahan saat ini merupakan solusi terhadap tingginya fluktuasi produksi akibat musiman. Kelebihan atau kekurangan pasokan berakibat pada fluktuasi harga yang merugikan petani. Ditengarai harga rendah menjadi kesempatan perusahaan prosesing melakukan pembelian bahan baku karena mereka mempunyai sarana penyimpanan dan pengolahan. Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan petani, apalagi jika saat panen dibanjiri dengan impor produk sejenis. Oleh karena itu petani harus terlibat dalam kegiatan pengolahan tahap awal sebelum pengolahan tahap akhir dilakukan oleh perusahaan besar yang menggunakan peralatan dan teknologi yang lebih canggih. Opsi ini diharapkan akan menjadi salah satu solusi.

Produk olahan usaha kecil yang sering menjadi oleh-oleh di daerah wisata belum mendapat tempat yang baik di pasar besar dan moderen. Kualitas, standar, kebersihan, tampilan dan promosi masih perlu ditingkatkan. Produk olahan yang beredar di kalangan bawah memerlukan pembinaan yang intensif karena terditeksi ada yang sudah tercemari bahan pewarna atau pengawet berbahaya yang berakibat fatal pada tubuh manusia dalam jangka panjang.

Kasus pencemaran bahan makanan oleh bahan berbahaya, kasus oplosan dengan bahan makanan kualitas rendah sehingga isinya tidak murni lagi,  tidak sesuai dengan label, masih menghantui kualitas produksi bahan olahan kita. Sambal, saus tomat, manisan, kripik yang sudah memenuhi persyaratan higienis pun masih perlu memenuhi kriteria lain seperti keseragaman warna, ukuran, konsistensi rasa, standardisasi, tampilan secara keseluruhan, walaupun rasanya sudah terbilang bagus.

Kelihatannya ke depan masalah wawasan, kepatuhan akan aturan, transparansi, integritas dan motivasi untuk berbisnis dalam jangka panjang dan berkelanjutan perlu mendapat perhatian.  Penegakan aturan dan hukum harus dilakukan agar bisnis prosesing pangan berkembang. Peluang besar semakin terbuka dengan semakin meningkatnya popularitas makanan dan pariwisata. Untuk memanfaatkannya perlu dibarengi dengan semangat memberikan yang terbaik dalam memenuhi permintaan pasar. 

 === 

Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK:  LANGGANAN TABLOID SINAR TANIAtau versi elektronik (e-paper Tabloid Sinar Tani) dengan klikmyedisi.com/sinartani/ 

Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018