Benih padi kini berbarcode | Sumber Foto:Dok. Sinta
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Industri perbenihan dan perbibitan pertanian di Indonesia hingga kini belum berkembang sebagaimana diharapkan, bahkan cenderung jalan di tempat. Bahkan para petani sebagai pelaku utama yang menggunakan benih/bibit unggul yang bersertifikat relatif masih rendah (dibawah 40 persen).
Sementara industri benih/bibit di negara lain justru melaju dengan pesat dengan produk benih hibrida, transgenik sampai benih hasil teknologi genom editing.
Pertanyaannya mengapa para petani kurang responsif terhadap benih/bibit dengan teknologi maju? Misalnya, mengapa petani enggan memakai benih padi hibrida? Padahal sudah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu.
Pertanyaan seperti itu yang harus dikaji oleh para pakar/ahli benih/bibit yang jumlahnya relatif banyak. Organisasi/asosiasi yang bergerak di bidang perbenihan/perbibitan pun kkta ketahui cukup intens melakukan pertemuan-pertemuan membahas masalah perbenihan/pembibitan. Apa yang dihasilkan dari pertemuan-pertemuan tersebut, ternyata belum mampu mensolusi permasalahan perbenihan/perbibitan pertanian di Indonesia.
Atau mungkin pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan hanya menghimpun pakar-pakar/ahli dan praktisi di bidang perbenihan saja dan belum melibatkan pakar dan praktisi di bidang lainnya. Seperti sosiolog, antropologi, ekonom, perekayasa sosial, dan budayawan.