Kegiatan Petani | Sumber Foto:Dok. Sinta
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta - Istilah "The parable of boild frog" di buku best seller Seven Habbit of HIghly Effective People disimpulkan, bila suatu kondisi buruk terjadi secara perlahan dan kita terlena dalam waktu lama, maka kita akan terlambat dan tidak berdaya untuk bereaksi menghadapinya. Itulah ungkapan yang tepat jika kita terlena dalam menghadapi perubahan iklim.
Perubahan iklim yang terjadi saat ini memberikan dampak negatif terhadap seluruh aspek kehidupan. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dan bagi pertanian dampaknya sungguh dahsyat.
Perubahan iklim tidak hanya berakibat pada pemanasan global dan kenaikan air laut, namun juga mengubah tatanan ekosistem, kondisi tanah, perubahan populasi hama yang akhirnya mengancam ketahanan pangan. Sepanjang sejarah manusia, tanah selalu terkait dengan kehidupan manusia dan menentukan keberhasilan satu peradaban. Tanah adalah fondasi pertanian. Tanah pula yang sekarang merasakan dampak buruk perubahan iklim.
Saat ini para pakar mengatakan kesuburan tanah di Indonesia menurun. Topsoil terkikis dan menipis, kehilangan bahan organik dalam jumlah besar, dan karbon organik tanah dalam kondisi memprihatinkan. Carrying capacity lahan pertanian berubah dan menurun, ditambah dengan konversi lahan yang terus terjadi.
Tanah berperan penting dalam mempertahankan fungsi ekosistem dan mendukung peranan ekosistem dalam mengendalikan air, purifikasi dan menentukan produksi tanaman. Tanah dan iklim juga saling terkait. Iklim secara langsung berpengaruh pada pembentukan tanah dan ekosistem, dan tanah berpengaruh terhadap iklim melalui penyimpanan karbon dan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer.
Global Warming akan menstimulasi dekomposisi bahan organik lebih cepat yang berakibat pada peningkatan emisi CO2 dan kehilangan karbon dari tanah. Kehilangan ini akan berkonsekuensi nyata pada pertanian dan ekosistem yang lebih luas.
Erosi tanah adalah ancaman nyata dan menyebabkan menurunnya kualitas tanah, kehilangan karbon, dan polusi lingkungan akuatik. Curah hujan tinggi mengakibatkan runoff dan kehilangan topsoil yang subur dan nitrogen dari tanah dan berujung pada penurunan produktivitas. Akibatnya, produksi pangan mengalami penurunan dan mengancam ketahanan pangan. Indonesia diprediksi merupakan salah satu negara yang paling menderita akibat perubahan iklim.
Mitigasi perubahan iklim yang dilakukan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Perubahan iklim yang semakin parah terus menggerus kualitas dan kuantitas lahan pertanian. Upaya yang perlu dilakukan dengan serius adalah meminimalisir penggunaan pupuk dan pestisida kimia berbahaya lainnya pada usaha pertanian. Menggalakkan pemanfaatan bahan hayati, nabati dan organik dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta mempercepat adopsi teknologi pertanian cerdas (smart farming).
Pemerintah Indonesia harus terus menggalakkan konsep sistem pertanian cerdas iklim dengan memberikan pemahaman dan peningkatan skill dan kompetensi para petani, disertai dengan pembangunan infrastruktur dan pengembangan tanaman yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Dan harus bisa.