TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Berkurangnya ketersediaan air akibat el Nino atau perubahan iklim ditambah dengan terjadinya kerusahan sistem irigasi yang sudah dibangun berdampak serius pada kondisi pertanaman khususnya tanaman pangan. Dampaknya bisa diduga, produksi turun mengancam ketersediaan pangan dan berpotensi dampak lanjutan yang lebih buruk. Jadi, seperti apa seharusnya mengelola air pada masa depan terutama pada saat el Nino dan perubahan iklim yang sedang terjadi?
Penghematan air irigasi dapat dilakukan mulai dari tingkat penampungan sampai dengan pemanfaatannya. Penghematan di tingkat penampungan agar air tidak segera terbuang ke laut, seperti pembangunan embung, dam, parit, long storage, recycle air. Penghematan pada saat penyaluran seperti perbaikan saluran, pipanisasi. Penghematan air melalui sarana aplikasi seperti irigasi tetes, springkler, dan irigasi intermitten.
Dalam pertanian moderen penggunaan hardware maupun software khusus memungkinkan pemupukan, penangan hama dan irigasi dilakukan lebih presisi dan lebih efisien sehingga mampu menurunkan biaya produksi. Tapi masalah pokok aplikasi teknik moderen di negeri kita terbentur pada kemampuan petani terkait dengan biaya instalasi, permodalan dan kondisi spesifik pertanian yang umumnya berskala kecil dan tersebar.
Belum ada upaya masif dalam memberikan informasi tentang perubahan kondisi alam dan apalagi fasilitasi agar petani mulai memanfaatkan teknologi untuk mengatasi kondisi alam yang sedang berubah. Upayanya masih terbatas pada pemberian bantuan pompa air.
Perusahaan yang responsif menawarkan solusi canggih seperti smart energy dan smart system masih terkendala dari sisi permintaan akibat kemampuan finansial dan pengetahuan para petani. Oleh karena itu, walaupun aspek lingkungan, tanah, cuaca, satellite imaginary menjadi kebutuhan masa depan tetapi aplikasinya saat ini masih sangat rendah.
Kerjasama dengan industri perekayasa sistem dan peralatan otomasi dan lembaga pemantau cuaca seperti BMKG, BPS dan lembaga penelitian lain akan sangat diperlukan. Yang pasti kondisi agroklimat berubah signifikan, air dan suhu udara serta polusi mengancam, tetapi antisipasi ke arah sana masih memerlukan kerja besar.
Faktanya informasi, promosi dan aplikasi teknik budidaya baru, benih baru yang mampu beradaptasi dengan perubahan cuaca, alsintan yang sudah bisa beradaptasi dengan perubahan agroklimat masih jauh dari jangkauan petani. Kelemahan kita dalam promosi aplikasi teknik baru ini termasuk kurangnya penyebaran informasi tersebut ke petani.
Masalah pertanian, ketersediaan pangan mulai dari bibit, air, pupuk, kapan menanam, kapan memanen, memasarkan seharusnya perlu dicarikan solusi terbaik. Teknologi kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan untuk meringankan masalah kesenjangan di bidang pangan.
Bagaimana teknisnya? Mungkinkah terjadi pengalihan subsidi pada teknologi hemat input. Perubahan bantuan alsintan menjadi taksi alsintan, yang merupakan jelmaan dari UPJA, perlu diapresiasi. Alsintan gratis menjadi common property yang kepemilikan, pemeliharaan dan penggunaannya tidak jelas. Akan tetapi taksi alsintan juga perlu dievaluasi. Apakah program yang menyerap dana KUR triliunan rupiah itu betul-betul meningkatkan pelayanan bagi para petani?