Oleh : Memed Gunawan
Industri minyak sawit sampai saat ini mempunyai peran tinggi dalam perekonomian Indonesia. Indonesia menjadi pemasok terbesar CPO dan terbesar ketiga minyak nabati di dunia.
Kontribusi CPO Indonesia dalam total ekspor minyak nabati global diperkirakan mencapai 60%. Tidak ada sumber minyak nabati yang mampu mengalahkan efisiensi sawit.
Para pakar tetap optimis sawit tetap bersinar, mempunyai daya tahan pada masa depan. Selain kebutuhannya meningkat untuk pangan dan turunan yang lain, juga menjadi sumber bahan bakar alternatif yahg ramah lingkungan.
Sampai saat ini, baik produksi, permintaan global maupun penggunakan dalam negeri masih terus menunjukan peningkatan.
Artinya dalam situasi ekonomi dunia yang tidak menentu sawit Indonesia masih bisa bertahan walaupun mendapat tekanan dalam perdagangan global.
Lalu apa yang kita kuatirkan tetang sawit di masa depan?
Dalam perdagangan global peluang ekonomi sawit tak terbantahkan.Tetapi bagaimana dengan kesejahteraan petani sawit rakyat?.
Tidak dipungkiri, sawit yang mulai di tanam di Indonesia sejak 112 tahun yang lalu menjadi tulang punggung bagi perekonomian tanah air. Tetapi masa depan kesejahteraan pekebun sawit rakyat masih menjadi Pekerjaan Rumah besar..
Tanamannya sudah berumur tua, produktivitasnya rendah dan biaya peremajaan dan pemeliharaan tanaman tinggi.
Produktivitas kebun rakyat hanya 3,4 ton per hektare jauh dari yang dicapai perusaan besar besar dan BUMN sebesar 4,2-5,0 ton per hektar.
Lalu peremajaan kebun sawit rakyat (PSR)? Upaya ini masih menghadapi hambatan besar terkait masalah adminnstrasi dan legalitas lahan sehingga berjalan lambat.
Kesiapan memperoleh sertifikat ISPO bagi kebuh sawit rakyat adalah momok tersendiri. Masalahnya tidak berbeda dengan PSR.
Dana bantuan besar yang tersedia melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) ternyata tidak bisa segera disalurkan karena persyaratan yang tidak mudah dipenuhi.
Hilirisasi menjadi kunci. Pengembangan biodiesel telah mengakibatkan penghematan devisa yang sangat besar. Ini makin mengukuhkan betapa pentingnya hilirisasi industri sawit bagi ekonomi Indonesia.
Yang paling besar akan dihadapi pada masa mendatang adalah munculnya pesaing baru, yaitu negara-negara yang sekarang sedang mengembangkan sawit dengan sangat serius, misalnya India dan Cina.
Dengan lahannya yang luas, India dan Cina berpotensi menjadi penghasil minyak sawit besar yang menjadi pesaing utama kita.
Ingatkah Thailand yang mengembangkan karet sehingga menjadi menjadi negara penghasil karet terbesat di dunia?
Cina berpotensi menjadi penghasil pangan terbesar dunia, apalagi dengan kemampuan teknologinya dalam mengubah gurun pasir menjadi lahan pertanian produktif.Sawit adalah salah satunya.
Kini pemerintah India mulai membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan target 2 juta hektar dalam 4 tahun ke depan.
Jika target tersebut tercapai, maka India diperkirakan akan bisa memproduksi CPO hingga 4 juta ton per tahun dalam 7 sampai 8 tahun ke depan.
Kita harus berada beberapa langkah di depan. Segerakan PSR dan ISPO, serta intensifkan hilirisasi.