“Penyuluhan merupakan pilar utama dalam pembangunan pertanian.” Demikian penegasan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian, Pending Dadih Permana.
Penyuluhan pertanian sendiri merupakan suatu bentuk pendidikan untuk petani agar dapat melaksanakan kegiatan pertanian sesuai dengan yang seharusnya. Karenanya tak heran penyuluhan pertanian sangat membantu dalam mensukseskan program yang telah pemerintah canangkan. Terutama, terciptanya pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Untuk mencapai swasembada pangan, ada lima permasalahan yang harus diselesaikan, yakni tata kelola pengairan, pupuk, benih, alat dan mesin pertanian (alsintan) dan penyuluhan. Lima permasalahan ini menurut Dadih, disinyalir berkontribusi terhadap kehilangan hasil sebanyak 20 juta ton gabah kering giling (GKG). “Kontribusi kekurangan tenaga penyuluh, disinyalir menyebabkan kehilangan hasil GKG sebanyak 3 juta ton,” ujarnya.
Mengapa tenaga penyuluh kurang? Dadih menjelaskan, jika dikalkulasikan total seluruh desa di Indonesia kurang lebih ada 70 ribu, sedangkan jumlah tenaga penyuluh pertanian (PNS dan THL-TB) hanya 47.412 orang. Jadi tak heran satu penyuluh memegang dua sampai tiga desa, padahal idealnya satu penyuluh memegang satu desa. “Karena kekurangan ini, kita mengangkat sebagian petani sebagai penyuluh swadaya sebanyak 16.596 orang,” katanya.
Optimalisasi Penyuluh
Meski kekurangan tenaga penyuluh, Dadih mengatakan, untuk memaksimalkan kinerja penyuluh pertanian, Badan BPPSDMP membuat kebijakan dalam mencapai program swasembada tiga komoditas (padi, jagung dan kedelai) dan peningkatan produksi empat komoditas (gula, daging sapi, cabai merah dan bawang merah).
Kebijakan pertama, meningkatkan fungsi Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) sebagai Pos Simpul Koordinasi program dan pelaksanaan kegiatan lintas sub sektor. BP3K memiliki peran strategis dalam menentukan keberhasilan pembangunan pertanian, sekaligus cermin keberhasilan pembangunan pertanian di wilayah kecamatan. BP3K merupakan pusat data dan informasi bagi petani dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangan usaha pertanian di wilayah kecamatan.
Kebijakan kedua, meningkatkan kinerja penyuluh melalui fasilitasi penambahan honor THL dan mengupayakan pengangkatan menjadi ASN-P3K. Dadih mengatakan, pengangkatan penyuluh THL-TB pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K)/PNS, tidak dapat dilaksanakan langsung, tapi bertahap.
Saat ini rencananya 10 ribu orang THL-TBPP yang akan diangkat menjadi penyuluh P3K. Tapi masalahnya masih menyangkut di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan.
Pasalnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai manajemen ASN (Aparatur Sipil Negara) masih diharmonisasikan di Kemenkumham. “Kita sedang menunggu dulu dari Menpan RB. Jika sudah turun SK pengangkatan, kami langsung mengangkat 10 ribu penyuluh THL-TB menjadi pegawai ASN-P3K,” tegas Dadih.
Kebijakan ketiga, peningkatan kinerja Balai Diklat melalui pelatihan bagi penyuluh PNS, swadaya dan Babinsa serta pelatihan On The Job Training bagi penyuluh THL-TB. Diklat untuk penyuluhan saat ini ada 10 balai. Dadih berharap, dengan adanya pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh, kinerjanya menjadi lebih terarah. Sehingga program yang telah dicanangkan pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Keempat, menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi serta revitalisasi Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) dan SMK-PP dalam pengawalan program dan dem area. Di Indonesia ada enam STPP, yakni di Medan (Sumatera Utara), Bogor (Jawa Barat), Magelang (Jawa Tengah), Gowa (Sulawesi Selatan), dan Manokwari (Papua). Sedangkan total jumlah SMK-PP yang tersebar di seluruh Indonesia ada 85 sekolah.
“Kurikulum yang diajarkan di sana adalah untuk menjadi tenaga ahli dan terampil dalam program penyuluhan. Jadi tidak perlu diragukan lagi kemampuannya karena 60% prakteknya dilakukan langsung di lapangan,” papar Dadih.
Kelima, lanjut Dadih, pengembangan data dan informasi penyuluhan pertanian untuk mempercepat aliran pelaporan dari lapangan serta proses transfer inovasi teknologi ke petani. Keenam, meningkatkan efektifitas pokja Upaya Khusus (Upsus) tujuh komoditas (padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai merah dan bawang merah).
Kebijakan terakhir (ketujuh), mensinergiskan kegiatan penyuluhan pusat dengan provinsi dan kabupaten/kota dalam mendukung Upsus. Untuk memperkuat sinergi dan sinkronisasi program swasembada pangan (Upsus), Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.131 Tahun 2014.
Permentan No.131/2014 diterbitkan guna memperkuat sinergi dan sinkronisasi program swasembada pangan sekaligus mempertegas dan mengklarifikasi peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pertanian. Permentan ini didukung peraturan-peraturan lainnya. Misalnya Permentan 1243/2015 tentang membagi habis provinsi untuk disupervise dan didampingi oleh eselon 1 dan 2 lingkup Kementan dan Permentan No.03/2015 tentang Pedoman Upsus. Cla/Yul
Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066