Tanaman garut menghasilkan tepung dan pati yang memiliki potensi menjadi salah satu sumber karbohidrat penting. Sesuai trend makanan pangan fungsional masa kini, modifikasi dapat dilakukan terhadap pati garut. Modifikasi pati akan meningkatkan nilai tambah umbi garut.
Studi modifikasi pati garut telah dilakukan oleh Didah N. Faridah dkk dari Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor. Mereka melakukan modifikasi pati garut untuk meningkatkan kandungan pati resisten yang menunjukkan fungsi fisiologis seperti serat pangan. Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam usus halus sehingga mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan. Antara lain pencegahan kanker kolon serta efek hipoglikemik dan hipokolesterolemik, yakni mengurangi atau memperlambat penyerapan gula dan kolesterol pada darah.
Proses modifikasi yang diaplikasikan adalah berupa perlakuan hidrolisis asam dan pemanasan-pendinginan berulang (autoclaving-cooling cycling). Pati garut yang dimodifikasi dibuat dari pengolahan tepung garut. Bahan untuk pembuatan tepung garut pada penelitian itu adalah umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kandungan pati mencapai tingkat maksimum pada umbi garut berusia 12 bulan, tetapi umbinya mengandung serat yang menyulitkann ekstraksi pati. Sehingga umbi garut yang digunakan untuk pembuatan pati garut umumnya berumur 8-11 bulan.
Perlakuan hidrolisis asam yang dilanjutkan dengan proses modifikasi fisik dapat menurunkan daya cerna pati garut. Proses hidrolisis asam meningkatkan kandungan amilosa pati garut berpengaruh terhadap peningkatan kadar serat pangan dan pati resisten. Kadar serat pangan total pati garut termodifikasi dengan hidrolisis HCl 2,2 N selama 2 jam yang dilanjutkan modifikasi fisik mengalami peningkatan hingga 4,1 kali, sedangkan kadar pati resisten meningkat hingga 4,4 kali dibanding pati garut tanpa perlakuan (alami). Bila pati garut termodifikasi secara fisik saja, maka kadar serat pangan total meningkat hingga 3,8 kali, kadar pati resisten meningkat hingga 5,6 kali.
Proses pembuatan pati garut untuk dimodifikasi dimulai dengan pengupasan, pencucian lalu perendaman selama 1 jam. Dilanjutkan dengan ekstraksi umbi garut yang dilakukan sebanyak 3 kali dengan nisbah pati : air 1:3,5 (b/v), lalu diendapkan selama 12 jam. Pati yang diperoleh kemudian dikeringkan, digiling, lalu diayak. Hidrolisis pati garut dengan asam dilakukan dengan mensuspensi pati garut dalam larutan HCl 1,1 N dan 2,2 N dengan nisbah larutan asam : pati 1:1 (b/v). Suspensi pati dihidrolisis dalam inkubator bergoyang pada suhu 35oC. Larutan pati segera dinetralkan dengan NaOH hingga mencapai pH 6, lalu disentrifugasi dengan kecepatan rotasi 2500 x g (3300 rpm) hingga residu terpisah dari supernatan. Residu pati dicuci beberapa kali dengan air suling untuk menghilangkan sisa-sisa mineral. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pengering bersuhu 50oC dan diayak dengan ayakan 60 mesh.
Pada penelitian tersebut modifikasi secara fisik dilakukan melalui proses siklus pemanasan-pendinginan berulang terhadap pati yang sudah terhidrolisis asam maupun yang masih alami. Maksudnya untuk membandingkan daya cerna antara kedua kelompok pati tersebut. Pati disuspensi dalam air 20% (b/v) lalu dipanaskan pada suhu 70oC sambil diaduk hingga homogen. Kemudian diautoklaf (untuk gelatinisasi) selama 15 menit pada suhu 121oC. Pati didinginkan selama 1 jam pada suhu ruang, lalu disimpan selama 24 jam pada suhu 4oC untuk memicu proses retrogradasi.Tahap pemanasan dengan autoklaf hingga tahap pendinginan tersebut diulangi sebanyak 2 kali. Setelah itu pati dikeringkan di dalam oven suhu 50oC lalu digiling, kemudian diayak.
Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Editor : Julianto