Kepala Pusat Penyuluhan, Bustanul Arifin Caya (tengah) Farm Field Day CSA Simurp di Cirebon
TABLOIDSINARTANI.COM, Cirebon---Perubahan iklim kini menjadi tantangan serius bagi dunia pertanian. Program Climate Change Agriculture (CSA) Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Proyek (Simurp) menjadi salah satu jawaban terhadap masalah tersebut, terutama kondisi El Nino yang terjadi saat ini. Karena itu, petani harus melanjutkan teknologi yang diterapkan, meski program tersebut akan berakhir tahun 2024 mendatang.
Harapan tersebut disampaikan Kepala Pusat Penyuluhan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Bustanul Arifin Caya saat Farm Field Day CSA SIMURP Scaling Up di Desa Pasuruan, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Selasa (8/8). Dalam kegiatan tersebut juga hadir Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum dan Bupati Cirebon, Imron Rosyadi.
Dari hasil pelaksanaan program Simurp, khususnya di Jawa Barat yakni Cirebon, Karawang, Indramayu dan Subang, menurut Bustanul, ada peningkatan produksi dan produktivitas tanaman padi yang menerapkan program CSA. "Ini kabar gembira bagi kami, apa yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang kami harapkan," katanya.
Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, penerapan CSA dalam program Simurp meningkatkan produktivitas 0,5-1,5 ton/ha. Padahal untuk menaikkan produktivitas sebesar itu tidak mudah di tengah berbagai tantangan dalam usaha tani padi. Contohnya program Simurp di Desa Pasuruan, Kecamatan Pabedilan, Cirebon. "Ini contohnya dan sudah ada bukti nyata," katanya.
Untuk itu, Bustanul berharap jika nanti program ini telah selesai pada Juni 2024, petani dan penyuluh bisa melanjutkan teknologi yang telah diterapkan dalam Simurp. Bukan hanya dilanjutkan, teknologi CSA juga bisa diresonansi dan refleksikan di wilayah lain. "Kalau kita tidak lanjutkan, nantinya program ini hanya sekedar proyek," katanya.
Dalam program Simurp, teknologi yang diterapkan yakni varietas unggul, pupuk berimbang, pemanfaatan air yang efisien dan penggunaan alat mesin pertanian. Teknologi tersebut sesuai kondisi iklim yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini yakni El Nino. Apalagi BMKG telah memprediksi El Nino akan hadir pada Agustus-September dalam kondisi sedang dan moderat.
Bustanul mengungkapkan, program CSA dalam proyek Simurp ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia. Pasalnya, dengan beberapa kegiatan mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan kesejahteraan petani. Bahkan program tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua negara dalam menghadapi perubahan iklim dan efek gas rumah kaca.
”Diperkirakan dari program CSA ini pengurangan efek gas rumah kaca hampir mencapai 30 persen dengan pemanfaatan teknologi intermiten irigasi yakni pengairan bersela kering-basah,” katanya.
Sementara itu Bupati Cirebon, Imron Rosyadi menegaskan, meski nanti program Simurp telah selesai, pihaknya siap melanjutkan program-program yang ada, terutama pertanian cerdas iklim. Bahkah Pemkab Cirebon telah berkomitmen untuk terus meningkatkan produksi pangan berkelanjutan. Apalagi jumlah penduduk Cirebon terus meningkat.
”Saya mengapresiasi kegiatan panen program CSA Simurp ini, karena mampu meningkatkan produksi dan produktivitas padi,” katanya. Namun demikian dirinya berharap, karena banyak petani yang tidak paham dengan ilmu pertanian dan hanya menjalankan kebiasaan pendahulunya dan sulit berubah, Imron meminta peran penyuluh untuk mengubah prilaku petani.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Alex Suheriyawan menambahkan, program CSA Simurp di Cirebon berlokasi di 7 kecamatan dengan luasan 72 hektar (ha). Dari total luasan tersebut, yang berada di Kecamatan Pabedilan hampir 50 ha. ”Teknologi CSA Simurp ini menjadi jawaban kegalauan terhadap persoalan iklim El Nino tahun 2023,” katanya.
Meski masih tahapan uji lapangan, Alex mengakui, keberhasilan program ini sudah mulai dirasakan dapat mengurangi efek gas rumah kaca. Begitu juga dari sisi produktivitas padi yang naik dari 5,62 ton/ha menjadi 7,2 ton/ha. ”Jadi kita akan terus sosialisasikan dan lanjutkan. Apa yang sudah dilakukan dan diterapkan sudah terasa manfaatnya dengan peningkatan produktivitas mencapai 0,5-1,5 ton/ha,” katanya.
Danpak lainnya program CSA Simurp adalah efek rumah kaca dan iklim bisa tertanggulangi. Begitu juga masalah pengairan sudah tertangani dengan adanya pembelajaran manajemen irigasi. Selain itu, inovasi teknologi seperti pempupkan berimbang sudah masuk dalam program Simurp. ”Harapan kami Simurp ini menjadi program yang berkelanjutan, bahkan kian diperluas dalam demplot di tempat lain,” ujarnya.