Bantuan Bansos beras Bulog | Sumber Foto:Humas Bulog
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Lonjakan harga beras global mencapai puncak tertinggi dalam 15 tahun terakhir, mengirimkan sinyal peringatan serius bagi stabilitas pangan global. Menurut FAO, kenaikan mencapai 9,8 persen ini dapat memiliki dampak yang signifikan pada akses pangan di seluruh dunia.
Menurut laporan FAO, harga komoditas pangan internasional mengalami penurunan sebesar 2,1 persen pada bulan Agustus jika dibandingkan dengan bulan Juli.
Sementara itu, kenaikan harga beras sangat mencolok, dengan lonjakan sebesar 9,8 persen pada bulan Agustus, mencatat harga tertinggi dalam 15 tahun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Peningkatan ini dipicu oleh larangan ekspor beras yang diberlakukan India sejak Juli, yang semakin diperparah oleh jeda musiman dalam produksi beras di belahan bumi utara.
FAO mencatat penurunan harga bagi sebagian besar komoditas penting, termasuk biji-bijian, sereal, minyak nabati, produk susu, dan daging. Penurunan harga biji-bijian dan sereal sebesar 0,7 persen disebabkan oleh panen melimpah dari produsen utama.
Demikian juga, harga jagung dan gandum mengalami penurunan karena tingginya panen di Brasil, Amerika Serikat, dan Kanada. Penurunan harga ini adalah berita baik bagi konsumen, namun, laporan ini juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh para petani yang harus menghadapi tekanan harga yang lebih rendah.
Harga gula yang naik sebesar 1,3 persen dan mencapai lebih dari 34 persen di atas harga tahun sebelumnya adalah hasil dari beberapa faktor, termasuk cuaca yang tidak stabil akibat fenomena El Nino di Samudera Pasifik bagian timur.
Produksi gula di India terpengaruh oleh kurangnya curah hujan, sementara di Brasil, hujan lebat menyulitkan panen gula. Dampak dari fluktuasi harga gula ini dapat berdampak pada konsumen dan industri pangan.
Kami akan terus memantau perkembangan ini dan menunggu laporan selanjutnya yang dijadwalkan pada 6 Oktober 2023 untuk pemahaman yang lebih baik tentang situasi ini.