Forum Data Keluarga Nasional yang digelar oleh BKKBN di Jakarta
Jakarta --- Target penurunan stunting tahun 2024 yang mencapai 14% membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Salah satunya Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) dalam menyalurkan bantuan pangan penanganan stunting membutuhkan data Keluarga Berisiko Stunting (KRS) yang disusun Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang akurat.
"Kami berharap pendataan KRS supaya bisa terus menerus dalam memvalidasi datanya, karena tentu selalu ada perubahan di masyarakat. Pemutakhiran data menjadi penting dan perlu setiap bulan. Updating data dari BKKBN akan menjadi kunci suksesnya kita semua dalam melakukan intervensi pangan," tutur Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam Forum Data Keluarga Nasional yang digelar oleh BKKBN di Jakarta pada Selasa (28/11).
Arief melanjutkan, setelah data dimutakhirkan oleh BKKBN, akan disampaikan bersama-sama ke Presiden Joko Widodo, melalui Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan).
“Ini supaya bisa cepat addressingnya, penanganannya, tindak lanjutnya, akurasinya, bisa langsung, sehingga kita bisa kurangi stunting secara bersama-sama," ungkap Arief.
Sebagaimana diketahui dengan restu Presiden Joko Widodo, NFA bersama BUMN pangan sejak April 2023 meluncurkan bantuan pangan penanganan stunting kepada 1,4 juta KRS.
“Data KRS ini kita peroleh dari BKKBN yang tentunya valid dan akurat serta terperinci hingga by name by address," sambungnya.
Bantuan pangan penanganan stunting ditugaskan kepada ID FOOD untuk menyalurkan bantuan pangan berupa 1 pak telur ayam dan 1 kg daging ayam selama 3 bulan di 7 provinsi prioritas penanganan stunting sesuai data dari BKKBN. Tahap pertama telah tuntas dan tahap kedua terus dilanjutkan selama periode September sampai November.
Bantuan pangan penanganan stunting tahap kedua yang telah bergulir sejak 11 September, realisasinya secara nasional semakin mendekati target selesai. Secara nasional, realisasi telah mencapai 89,66 persen dan merupakan bagian dari Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) untuk bantuan pangan dengan jumlah penerima sebanyak 1.446.089 KRS.
"Untuk tahun depan, NFA bersama Kementerian BUMN kembali menugaskan ID FOOD menyalurkan paket bantuan pangan seperti ini kepada 1,4 Juta KRS di 7 Provinsi Prioritas, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Sumatra Utara," urai Kepala NFA.
Ditambahkan Arief, tidak hanya demi pengentasan stunting, bantuan pangan penanganan stunting ini juga menghubungkan dengan peternak rakyat. Peternak sebagai penyedia telur dan daging ayam, tentunya dibeli ID FOOD dengan harga yang baik.
“Konektivitas seperti ini dahulu tidak tersambung, tapi hari ini kita bisa sambungkan," ungkap Arief.
Arife berharap suplai bantuan pangan dari peternak lokal agar distribution cost tidak terlampau tinggi.
“Adanya paket bantuan pangan daging ayam dan telur ini turut menjadi program stabilisasi harga pangan, khusus daging ayam dan telur yang cukup fluktuatif," pungkas Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Harga rata-rata nasional daging ayam ras di tingkat konsumen pada 26 November tercatat di angka Rp 35.034 per kg. Ini menurun 1,03 persen dibandingkan seminggu sebelumnya. Sementara harga rata-rata nasional telur ayam ras di tingkat konsumen pada 26 November ada di Rp 28.454 per kg dan juga tercatat menurun 0,11 persen dibandingkan pekan sebelumnya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam kesempatan yang sama, menyatakan apresiasinya kepada NFA karena menjadi institusi yang menaruh perhatian besar terhadap upaya penurunan angka stunting di Indonesia.
"Kami ucapkan terima kasih kepada NFA karena sangat perhatian pada BKKBN, terutama terkait data KRS. Di 2023 ini, bersama kementerian lembaga lain, NFA telah menyalurkan bantuan pangan kepada total 2.837.212 keluarga. Ini dilaksanakan dalam tahap 1 yang telah selesai dan tahap 2 yang masih berjalan," urai Hasto dalam sambutannya saat membuka acara Forum Data Keluarga Nasional.
Lebih lanjut diungkapkan Hasto, BKKBN akan terus melakukan pendataan karena Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 mengamanatkan itu.
“Kami wajib melakukan pemutakhiran data setiap tahun. Data bukan segala-galanya, tapi tanpa data, kita tidak bisa apa-apa," pungkasnya.