Petani Jagung di Kaltara | Sumber Foto:ISTIMEWA
TABLOIDSINARTANI.COM, Malinau -- Menurut hasil sensus pertanian BPS Malinau tahun 2023, jagung lokal atau jagung pipilan kering (JPK) termasuk dalam daftar sepuluh komoditas terbanyak di Malinau, Kalimantan Utara.
Pada awal 2024, produksi jagung pipilan kering di Malinau mencapai 7,5 ton per bulan, menunjukkan sedikit peningkatan dibanding periode sebelumnya menurut kompilasi data Pertanian dan Ketahanan Pangan Malinau.
Tren ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan terus-menerus dalam kebutuhan pakan untuk sektor peternakan dan budidaya perikanan pada tahun 2024. Produksi jagung pipilan kering pada awal tahun ini sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang biasanya berkisar antara 3 hingga 5 ton per produksi.
Menurut para petani, jika dihitung berdasarkan nilai jual dan kebutuhan, jagung pipilan kering (JPK) lebih menjanjikan daripada gabah. Oleh karena itu, banyak petani yang memilih untuk menyelingi musim tanam padi dengan menanam jagung.
"Secara ekonomi, harga jagung cukup menjanjikan saat ini, dengan harga kering mencapai Rp 7.000 per kilogram. Selain itu, kebutuhan pupuk dan usaha yang diperlukan juga sedikit lebih ringan dibandingkan dengan tanaman padi," ungkap Robenson, Perwakilan Petani dan Peternak dari Malinau.
Menurut data hasil Sensus Pertanian BPS Malinau, sebagian besar usaha rumah tangga didukung oleh sektor tanaman pangan dan peternakan. Permintaan terhadap jagung pipilan kering didorong oleh kebutuhan dari sektor peternakan di Malinau.
Menurut data Ketahanan Pangan Malinau pada awal 2024, kebutuhan jagung kering di dalam daerah tersebut diperkirakan mencapai 12-14 ton per bulan.
"Di Malinau Utara, saat ini banyak yang mulai memproduksi jagung dalam skala besar. Ini karena adanya keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Selain itu, usaha peternakan juga semakin banyak, dan jagung merupakan pakan utamanya," ungkap seorang sumber.
Kepala BPS Malinau, Yanuar Dwi Cristyawan, merekomendasikan perlunya analisis terhadap kebutuhan setiap komoditas, terutama jagung kering. Meskipun ada tren peningkatan produksi, pemangku kepentingan perlu memetakan agar tidak terjadi ketimpangan produksi antara komoditas satu dengan yang lain.
"Yang perlu diantisipasi adalah peralihan komoditas dan produktivitas lahan, seperti peralihan dari padi ke jagung. Secara prinsip, tren ini positif, hanya perlu pemetaan yang lebih baik," katanya.