TABLOIDSINARTANI.COM, Semarang --- Semangat untuk mengembangkan pertanian organik terus digaungkan di Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Kelompok Wanita Tani (KWT), dan Taruna Tani semakin aktif mendalami metode bercocok tanam yang berkelanjutan.
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Ungaran Barat menggelar pelatihan tematik bertajuk “Pembuatan Microbia Lokal (MOL)” yang diikuti oleh lebih dari 30 peserta dari berbagai desa dan kelurahan.
Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya memperkenalkan sistem pertanian organik yang telah lama menjadi fokus BPP Ungaran Barat. Koordinator BPP Ungaran Barat, Winarni, S.ST, menjelaskan bahwa pelatihan ini melengkapi program sebelumnya, seperti pembuatan pupuk nitrobakter, pestisida nabati (Pesnab), dan pupuk bokasi.
“Kami ingin peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mempraktikkan langsung di rumah masing-masing,” ujar Winarni.
Pada pelatihan ini, peserta diajarkan membuat MOL menggunakan bahan-bahan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar, seperti nasi basi, gedebog pisang, akar bambu, buah dan sayuran busuk, air kelapa, hingga air cucian beras.
Narasumber utama, Muhadi, S.TrP, menjelaskan bahwa MOL dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik cair (POC) atau pestisida nabati yang efektif.
> alt="" width="300" height="200" />
“Dengan MOL, petani bisa mengurangi ketergantungan pada bahan kimia dan mendukung lingkungan yang lebih sehat,” tambah Muhadi.
Selain pelatihan teknis, strategi penerapan pertanian organik juga disampaikan Fx. Supardiman dan Djoko W., pengurus Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia (Maporina) Jawa Tengah. Mereka memperkenalkan Maporina sebagai wadah kolaborasi yang mendukung keberlanjutan pertanian organik di Indonesia.
Meski antusiasme terhadap pertanian organik meningkat, petani masih menghadapi tantangan, terutama dalam pemasaran hasil panen.
Anggota KWT Candirejo, Sri Suratmi, mengungkapkan kesulitan menjual hasil panen cabai dan sayuran organiknya. Hal serupa disampaikan Kandar, anggota KTNA Desa Keji, yang merasa rugi karena harga padi semi organik diperlakukan sama seperti padi biasa.
Namun, harapan muncul ketika program pemerintah “Makan Bergizi Gratis bagi Siswa Sekolah dan Ibu Hamil” dipaparkan dalam pelatihan. Program ini dirancang untuk memanfaatkan hasil pertanian organik sebagai bahan pangan utama. Para petani pun melihat peluang untuk menjadi pemasok kebutuhan pangan sehat, mulai dari beras hingga sayuran dan buah-buahan.
“Tawaran ini sangat menarik karena memberikan kepastian pasar dan harga yang stabil,” ungkap seorang peserta.
Dalam sesi diskusi, 13 kelompok tani, KWT, dan Taruna Tani langsung menyatakan kesanggupan menyiapkan lahan untuk produksi organik.
Winarni menjelaskan bahwa ini baru langkah awal. BPP Ungaran Barat membina total 50 kelompok tani, 14 kelompok ternak, 17 KWT, 1 kelompok usaha bersama, 4 P3A, dan 9 kelompok pemuda tani.
“Kami akan terus mendorong semua kelompok ini untuk beralih ke sistem organik atau semi organik. Tujuannya, menyediakan bahan pangan bergizi yang sehat untuk menciptakan generasi kuat dan produktif,” tegasnya.
Dengan wilayah kerja yang beragam, mulai dari perkotaan hingga desa-desa di lereng dan puncak Gunung Ungaran, tantangan yang dihadapi BPP Ungaran Barat cukup kompleks. Namun, tim penyuluh yang terdiri dari Winarni, Muhadi, Sutardi, Rina Ekowati, Dina Kurniawati, dan Hajar Hanum, siap mendampingi para petani untuk bertransformasi.
“Pertanian organik bukan sekadar tren, tetapi solusi untuk masa depan yang lebih baik. Kami optimis, dengan kerja sama yang kuat, petani Ungaran Barat bisa menjadi pionir pertanian berkelanjutan,” pungkas Winarni.