TABLOIDSINARTANI.COM, Pulau Semau, NTT --- Badan Pangan Nasional menggandeng Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam upaya memperkuat kemandirian pangan melalui Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kegiatan ini menjadi langkah strategis untuk mempromosikan pangan lokal seperti sorgum, jagung, dan ubi kayu sebagai alternatif sumber karbohidrat yang sehat dan mendukung program nasional Makan Bergizi Gratis.
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional, Rinna Syawal, menyoroti betapa besar potensi sumber daya pangan di Indonesia, khususnya di NTT. “Indonesia sangat kaya. Kita punya potensi alam luar biasa, tapi belum sepenuhnya memanfaatkannya. Ketergantungan pada satu jenis pangan seperti nasi harus mulai dikurangi. Sudah saatnya kita mengangkat potensi lokal, termasuk sorgum, jagung, dan ubi kayu yang melimpah di NTT,” ujarnya saat membuka acara.
Rina juga menegaskan pentingnya memahami konsep makan sehat. “Makan bukan hanya soal kenyang, tetapi juga sehat. Di acara ini, kami mensosialisasikan prinsip Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) melalui berbagai cara, termasuk dongeng untuk anak-anak,” tambahnya.
Sorgum menjadi sorotan utama dalam kegiatan ini. Tidak hanya bergizi, sorgum memiliki keunggulan dalam pemanfaatannya yang serba guna. Kepala Biro Organisasi, SDM, dan Hukum Badan Pangan Nasional, Rachmad Firdaus Yang mewakili Kepala Badan Pangan Nasional, menjelaskan, sorgum adalah tanaman istimewa. Hampir semua bagiannya bisa dimanfaatkan, dari bijinya sebagai makanan pokok, batangnya sebagai gula sorgum, hingga daunnya yang bisa dijadikan pakan ternak.
Sebagai bagian dari sosialisasi, Badan Pangan Nasional membagikan 1.000 porsi nasi sorgum kepada masyarakat Pulau Semau. Upaya ini diharapkan mendorong masyarakat untuk lebih mengenal dan memanfaatkan sorgum sebagai alternatif makanan pokok.
Sebelumnya, pada 2022 dan 2023, Badan Pangan Nasional juga membagikan 10.000 hingga 15.000 porsi jagung bose di NTT sebagai bagian dari kampanye diversifikasi pangan.
Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto, menyatakan pentingnya gerakan ini untuk mendorong kemandirian pangan nasional.
“Kita memiliki sumber daya pangan yang cukup. Tidak ada alasan untuk bergantung pada impor. Kegiatan ini menjadi bukti nyata bagaimana pangan lokal bisa menjadi solusi ketahanan pangan kita,” ujarnya.
Dalam acara ini, sekitar 1.000 anak dari jenjang PAUD, SD, SMP, hingga Sekolah Luar Biasa (SLB) turut ambil bagian. Anak-anak ini diharapkan menjadi generasi yang sadar akan pentingnya pangan lokal dan pola makan sehat sejak dini.
“Mereka adalah pelaku utama dalam mewujudkan generasi emas 2045. Kita harus memastikan mereka tumbuh sehat, cerdas, dan produktif,” tambah Andriko.
Kegiatan ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Korpri ke-53. Andriko menyampaikan pesan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan solidaritas, inovasi, dan efisiensi dalam upaya penganekaragaman pangan.
“Pak Presiden selalu menekankan pentingnya inovasi. Pangan lokal seperti sorgum harus dikemas menarik agar masyarakat, terutama anak-anak, menyukainya. Slogan ‘Kenyang Tidak Harus Nasi’ harus menjadi cara berpikir baru kita,” katanya.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang percepatan penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal. Dalam sosialisasi pertama di NTT, Badan Pangan Nasional mendorong setiap kepala daerah untuk membuat aturan turunan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan di tingkat lapangan.
Selain memperkuat ketahanan pangan, gerakan ini juga diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan prevalensi stunting di NTT, yang masih menjadi tantangan besar.
“Program Makan Bergizi Gratis ini bukan hanya soal makanan, tetapi juga investasi masa depan. Dengan memberdayakan petani lokal, nelayan, dan UMKM, kita bisa memperkuat ekonomi sekaligus memastikan generasi yang bebas stunting,” ungkap Andriko.
Sebagai bentuk dukungan konkret, Badan Pangan Nasional telah mengalokasikan alat pengolah pangan di tiga kabupaten di NTT, yaitu Manggarai Timur, Manggarai Barat, dan Flores Timur. Langkah ini diharapkan mendorong produksi dan pemanfaatan sorgum secara lebih luas.
Melalui kolaborasi antara pusat dan daerah, pemerintah optimis bahwa target generasi emas 2045 dapat tercapai. “Bonus demografi adalah peluang besar. Dengan generasi yang sehat, aktif, dan produktif, Indonesia akan semakin maju,” tegas Andriko.
Acara ini juga menjadi pengingat pentingnya makan sehat sesuai prinsip B2SA. Andriko menutup dengan ajakan, “Ayo biasakan makan beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Gunakan pangan lokal kita yang melimpah untuk hidup sehat dan produktif. Ingat, kenyang tidak harus nasi!”
Dengan upaya ini, NTT diharapkan mampu menjadi pionir dalam gerakan penganekaragaman pangan berbasis lokal dan memberikan kontribusi besar bagi ketahanan pangan nasional.