Minggu, 26 Januari 2025


Pacu Produktifitas Pangan, Langkah Pertanian NTT Ditengah Tantangan

06 Des 2024, 11:12 WIBEditor : Herman

Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Joaz B. Oemboe Wanda Bersama Petani

TABLOIDSINARTANI.COM, Kupang --- Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tak pernah berhenti berinovasi untuk menghadapi beragam tantangan di sektor pertanian. Dengan visi menjadikan NTT mandiri pangan, dinas ini mengimplementasikan berbagai program strategis yang menyasar peningkatan produktivitas pangan, diversifikasi hasil pertanian, hingga pengentasan kemiskinan dan stunting.

Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Joaz B. Oemboe Wanda, menjelaskan bahwa pihaknya memprioritaskan komoditas pangan utama seperti padi dan jagung. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat sekaligus mendukung sektor peternakan dan industri.

“Meningkatkan indeks pertanaman (IP) menjadi target utama kami, salah satunya melalui pengelolaan irigasi yang lebih baik. Dengan begitu, lahan pertanian di NTT dapat lebih produktif meskipun menghadapi musim kering panjang akibat perubahan iklim,” jelas Joaz.

Sebagai bagian dari strategi ini, Dinas Pertanian menggulirkan program dukungan alat dan mesin pertanian (alsintan) seperti traktor, kultivator, dan pompa air untuk memudahkan petani dalam mengolah lahan.

Selain itu, keterbatasan pupuk diatasi melalui produksi pupuk organik cair dan padat yang diberi nama “Emor.” Produk ini telah mengantongi izin edar, meskipun masih dalam proses pengurusan merek.

Tak hanya fokus pada produksi skala besar, Dinas Pertanian juga menaruh perhatian pada isu stunting yang masih tinggi di NTT. Salah satu langkah konkret adalah melalui program Pekarangan Pangan Lestari (P2L).

Program ini mengajak masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran, cabai, tomat, dan tanaman hortikultura lainnya yang dapat dipanen dalam waktu singkat. “Selain memenuhi kebutuhan gizi keluarga, hasil dari pekarangan ini juga dapat menciptakan perputaran ekonomi lokal,” ungkap Joaz.

Sebagai wilayah yang rentan terhadap kekeringan, NTT mulai mendorong diversifikasi pangan berbasis lokal, seperti sorgum. Tanaman ini menjadi alternatif karbohidrat selain beras dan jagung, serta memiliki potensi untuk diolah menjadi tepung.

Menurut Joaz, pihaknya mendukung penuh penyediaan benih hingga hilirisasi sorgum. “Namun, kami masih terus berupaya mendorong pasar agar petani tetap semangat menanam,” tambahnya.

Jagung juga menjadi komoditas unggulan melalui program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS), yang menyinergikan sektor pertanian dan peternakan. “Kami menargetkan pengelolaan 100.000 hektare lahan jagung tahun ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, hasil panen juga kami kirim ke Jawa Timur sebagai pakan ternak,” jelasnya.

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim

Perubahan iklim yang sering memicu gagal panen menjadi perhatian serius. Untuk mengantisipasinya, Dinas Pertanian memberikan bantuan benih bagi petani terdampak. Di sektor perkebunan, langkah diversifikasi dilakukan dengan menanam tembakau seluas 150 hektare dan mengembangkan komoditas cengkeh.

“Kami juga memperkenalkan model penanaman jagung berbasis budaya dan ekonomi, yang menyasar pangan, pakan, serta industri,” jelas Joaz. Upaya ini menjadi bagian dari strategi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas, sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal.

Namun, tantangan utama di NTT tetap pada keterbatasan air. Dengan musim hujan yang hanya berlangsung 3–4 bulan per tahun, kebutuhan irigasi menjadi sangat mendesak. Joaz mengakui bahwa pembangunan bendungan selama ini baru mencakup irigasi primer dan sekunder, sedangkan lahan sawah di NTT hanya seluas 188 ribu hektare.

“Pompanisasi dan irigasi telah membantu meningkatkan luas tanam, tetapi ini masih jauh dari cukup. Dukungan lebih besar dari pemerintah pusat sangat kami harapkan,” ujarnya.

Selain air, minimnya jumlah penyuluh juga menjadi kendala. Saat ini, satu penyuluh harus menangani 2–3 desa, yang dirasa kurang optimal untuk mendukung visi swasembada pangan.

Kolaborasi Pentahelix untuk Ketahanan Pangan

Untuk menjawab tantangan ini, Dinas Pertanian NTT mengadopsi pendekatan pentahelix yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan lembaga keagamaan. Kolaborasi ini dianggap penting untuk mempercepat diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal seperti jagung, sorgum, dan umbi-umbian.

“Jagung, sorgum, dan umbi-umbian harus kita optimalkan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pengentasan stunting,” tegas Joaz.

Melalui branding Demo Tani, yang merupakan konsep integrated farming dari hulu ke hilir, Dinas Pertanian berupaya mengentaskan kemiskinan di wilayah-wilayah yang juga menjadi kantong stunting. Pendekatan ini menggabungkan pengelolaan pangan lokal dengan penyediaan protein melalui kolaborasi sektor perikanan dan peternakan.

Joaz optimistis bahwa strategi-strategi ini mampu meningkatkan kesejahteraan petani di NTT, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan dan stunting.

“Dengan langkah-langkah strategis ini, kami yakin NTT bisa menjadi salah satu provinsi yang mandiri dalam ketahanan pangan, sekaligus mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan dinamika ekonomi lokal,” pungkasnya.

Reporter : Dede
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018