Kamis, 20 Maret 2025


Suara Petani Singkong, Naikkan HPP dan Stop Impor

06 Peb 2025, 11:39 WIBEditor : Yulianto

Petani singkong yang tergabung dalam PPUKI Lampung mendesak pemerintah naikkan harga

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Petani singkong di Lampung menuntut pemerintah untuk menghentikan impor singkong. Mereka berharap pasokan hasil panen petani lokal dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh industri dalam negeri sebelum mempertimbangkan opsi impor.

Ratusan petani singkong dari Lampung, Jumat (31/1) mendatangi gedung Kementerian Pertanian.  Mereka menuntut keadilan. Pasalnya, harga singkong petani yang dibeli industri tapioka hanya Rp 1.000-1.100/kg. Bahkan harga tersebut belum dipotong rafaksi hingga 35 persen.

Kedatangan petani singkong ke Jakarta, setelah sebelumnya petani menggelar unjuk rasa di Gedung Gubernur dan DPRD Lampung. Bagi mereka, pemerintah daerah belum mampu menyelesaikan persoalan yang petani hadapi.

Dalam dialog dengan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, petani mengeluhkan kondisi yang mereka alami dan meminta pemeerintah membuat keputusan menaikkan harga singkong menjadi Rp 1.400/kg. Selain itu  juga menutup kran impor tapioka yang menyebabkan harga singkong di Lampung anjlok.

Usai bertemu dengan Menteri Pertanian, Ketua Perhimpunan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung Timur, Maradoni mengatakan, petani memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sudah menaikkan harga singkong. ”Kami berharap ke depan petani singkong bisa lebih sejahtera dengan kenaikan harga. Bagi kami pengusaha adalah mitra kami,” katanya.

Ia mengungkapkan saat ini pendapatan petani singkong jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rata-rata penghasilan petani singkong hanya berkisar Rp 350-750 ribu/ha/bulan dengan produksi sekitar 25-27 ton/ha.

Dengan pendapatan tersebut tentu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi di tengah tingginya biaya hidup, juga biaya pendidikan dan kesehatan.

”Petani singkong di Lampung biasa menjual hasil panen dalam bentuk singkong langsung anter ke industri tapioka. Karena itu, kami juga meminta, industri membeli singkong petani lebih dahulu sebelum membeli dari luar (negeri,red),” katanya.

Dengan rata-rata produksi 25-27 ton/ha, Maradoni mengaku, petani masih menghadapi kendala produktivitas karena tidak adanya bibit unggul dari pemerintah maupun perusahaan. “Kami berharap ada bantuan bibit unggul agar produktivitas bisa meningkat dan hasil panen lebih menguntungkan,” tambahnya.

Sementara itu Ketua Umum PPUKI Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, menjelaskan bahwa produktivitas rata-rata tanaman singkong milik petani hanya 20-25 ton/ha. Dengan biaya produksi Rp mencapai Rp 14 juta, sebenarnya petani bisa menghasilkan 30 ton/ha.

“Tetapi petani harus menghadapi potongan yang diberlakukan industri mencapai 30-35%. Misalnya, jika petani menjual singkong ke industri dengan harga Rp1.070/kg, setelah dipotong 30%, petani dapat apa,” kata Dasrul.

Industri beralasan kualitas singkong petani tidak sesuai dengan industri. Bagaimana kata petani singkong? Baca halaman selanjutnya.

Reporter : Julian
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018