Presiden Prabowo Subianto bersama Mentan Andi Amran Sulaiman
Sarwo Edhy menyampaikan sejumlah kebijakan Bapanas di sektor hilir untuk mewujudkan swasembada pangan tahun 2027. Diantaranya, menaikkan harga gabah kering panen (GKP) Rp 6.500 dari sebelumnya Rp 6.000/kg. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas No. 2 Tahun 2025, yang kemudian direvisi menjadi Perbadan No. 14 Tahun 2025 harga GKP menjadi Rp6.500/kg.
Selain menetapkan kenaikkan HPP GKP, Bapanas juga menugaskan Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk melaksanakan penyerapan 3 juta ton setara beras selama Tahun 2025. “Ini menindaklanjuti Rakortas di lapangan bahwa Kepala Bapanas menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakn penyerapan gabah dan beras di dalam negeri tahun 2025 dengan target 3 juta ton, semoga terlaksana dengan baik,” ungkap Sarwo.
Terakhir, Bapanas juga mengkampanyekan setop boros pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), makanan yang terbuang 31 persen. Dengan rincian 17 persen diantaranya sampah makan dan 14 persen food loss.
“Saya berpikir bahwa kalau 10 persen saja kita hemat, contoh misalnya beras, beras itu kebutuhan 1 tahun itu 30,6 juta ton beras. Kalau kita bisa hemat 10 persen maka bisa kita berhemat sekitar 3 juta ton beras. Kalau tahun lalu kita impor 4 juta, seharusnya impornya cuma 1 juta,” jelas Sarwo Edhy.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Mulyono Machmur, menekankan peran penting HKTI dalam mendukung pencapaian swasembada pangan. Salah satu kontribusi HKTI dalam upaya ini adalah dalam mengusulkan angka HPP yang dapat memberikan kepastian bagi petani.
“Jadi mulai HPP Rp 4.200—Rp 5.500 per kilogram, sekarang sudah Rp 6.500 per kilogram. Jadi kami juga berkontribusi bagaimana petani itu paling tidak untunglah minimal 30 persen dari input dan outputnya,” kata Mulyono.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan penyederhanaan distribusi subsidi kepada petani. Usulan ini telah diterima Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penyederhanaan distribusi subsidi ini penting agar bantuan dapat tepat sasaran dan mempermudah akses petani terhadap berbagai bantuan yang diberikan pemerintah.
“Selain itu, kami mengusulkan penyederhanaan distribusi subsidi yang diterima, yang juga diterima oleh DPR. Penyederhanaan ini sangat penting agar bantuan pemerintah sampai ke tangan petani dengan lebih efisien dan tepat,” kata Mulyono.
Menurut Mulyono, success story swasembada pangan tahun 1984 tidak lepas dari terciptanya eksosistem yang saat itu bernama catur sarana yang terdiri dari lembaga permodalaan BRI unit desa, kios sarana produksi, penyuluh pertanian dan KUD sebagai lembaga offtaker atau pembeli hasil pertanian.
Peranan pemerintah daerah dari gubernur hingga kepala desa juga penting sebagai penggerak penggerak yang memobilisasi kegiatan. Sedankan petani dibangun partisipasinya untuk melaksanakan program pemerintah. “Perpaduan mobilisasi dan partisipasi menjadi sinergi terwujudnya swasembada beras pada waktu itu,” katanya.
Sementara itu, Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dhani Gartina mengungkapkan pemerintah pusat akan terus memberikan dukungan melalui berbagai program strategis yang berfokus pada penguatan irigasi dan pompanisasi, termasuk optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Kami optimis dengan penguatan irigasi dan pompanisasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan dapat mewujudkan swasembada pangan,” pungkas Dhani