Kamis, 20 Maret 2025


Generasi Emas Dimulai dari Meja Makan

06 Mar 2025, 12:30 WIBEditor : Yulianto

Generasi Emas Dimulai dari Meja Makan pada Rabu (5/3)

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta--- Pemerintah telah menargetkan pada tahun 2045 dapat mewujudkan Generasi Emas. Generasi emas adalah generasi muda Indonesia yang berkualitas dan kompeten, serta memiliki daya saing tinggi. Untuk mewujudkan, salah satu programnya adalah Makan Bergizi Gratis (MBG).

Melihat fakta yang ada, asupan gizi bagi masyarakat memang masih menjadi masalah  di Indonesia. Terlihat dari angka stunting yang cukup tinggi. Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga berdampak sosial dan ekonomi. Untuk itu, pemerintah berusaha menurunkan angka stunting menjadi 17% pada tahun 2023 dan 14?n 21% pada tahun 2024.

Menyoroti persoalan itu, Tabloid Sinar Tani akan menyelenggarakan webinar Generasi Emas Dimulai dari Meja Makan pada Rabu (5/3). Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional, Andriko Noto Susanto mengatakan, sesuai amanah UU No. 18 Tahun 2012, pemerintah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan.

Kualitas diukur berdasarkan skor PPH ideal 100. Dengan peruncian karbohidrat berupa padi-padian 50 persen, umbi-umbian 6 persen, pangan hewani 12 persen, minyak dan lemak 10 persen, buah/biji berminyak 3 persen, kacang-kacangan 5 persen, gula 5 persen, buah-buahan dan sayuran 6 persen dan lain-lain 3 persen.  “Skor PPH kita saat ini sudah mendekati ideal, secara nasional 93,5,” katanya.

Sedangkan kuantitas diukur dari angka konsumsi energi (AKE). Saat ini AKE masyarakat Indonesia diangka 2052 kkal/kapita/hari atau 97,7% terhadap AKE ideal 2100 kkal/kapita/hari. ”Kita terlalu belebihan mengonsumi padi-padian yang mencapai 55,8 persen dan kurang makan umbi-umbian dan kacang-kacangan. Ini harus dikelola dengan baik agar mencapai angka ideal,” tuturnya.

Konsumsi Pangan Belum B2SA

Secara umum pola konsumsi pangan masyarakat belum B2SA. Terlihat dari tingginya konsumsi gula, garam dan Lemak (GGL) dari makanan cepat saji, minuman kemasan, gorengan, dan utra processed food. Selain itu, kurang konsumsi sayur dan buah dan umbi-umbian, sehingga kurang serat. “Konsumsi beras juga masih cukup tinggi, meski dalam lima tahun terakhir mulai mengalami penurunan,” katanya.

Kondisi tersebut membuat banyak masyarakat yang overweight, under nutrition, dan defisiensi mikronutritien. Dampaknya adalah kurang gizi mikro. Hal ini diakui, memang menjadi masalah negara.

“Untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, carnya melalui pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA) dan pengembangan pengetahuan masyarakat terkait konsumsi pangan B2SA,” kata Andriko.

Bagaimana cara memperbaikinya?  “Salah satu dengan diversifikasi pangan. Indonesia memiliki keberagaman pangan lokal yang berpotensi besar dalam implementasi pola makan beragam, bergizi seimbang dan berkelanjutan,” tuturnya.

Sementara itu Komisaris Utama PT. Sreeya Indonesia, Antonius J. Supit mengatakan, kualitas SDM memang ditentukan dari meja makan, salah satunya produk peternakan. “Saya pernah mengikuti diskusi soal daya saing. Daya saing bangsa ditentukan kesehatan, sedangkan kesehatan ditentuan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh ditentukan dari makanannya. Salah satunya protein yang sangat menentukan,” ujarnya.

Dibandingkan dengan negara tetangga lainnya, menurut Anton, konsumsi protein, terutama daging ayam masyarakat Indonesia masih sangat rendah hanya 12-13 kg/kapita/tahun, bahkan ada masyarakat yang mengonsumsi daging ayam 2-3 kali setahun. Sedangkan Malaysia konsumsi daging ayam 51 kg, Thailand 28 kg dan Vietnam mencapai 5,7 kg, belum termasuk daging lain.

Anton memperkirakan konsumsi daging ayam terbesar 1/3 berada di wilayah Jabodetabek atau 1,6 juta ekor ayam/hari dan Pulau Jawa 1/3. “Kalau dilihat secara nasional, memang ada ketimpangan. Ada yang konsumsinya tinggi, tapi banyak juga yang sangat sedikit,” katanya.

Rendahnya konsumsi protein menurut Anton, berdampak pada daya tahan tubuh masyarakat. Efeknya, tingkat kecerdasan menjadi kurang dan menurunkan daya saing.  Karena itu, ia berharap adanya kampanye nasional untuk meningkatkan konsumsi protein hayati.

Daging dan Susu masih Defisit

Boethdy Angkasa, Ketua Kelompok Pengolahan Direktorat Hilirisasi Hasil Peternakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengakui, dari data yang ada produksi daging dan susu dalam negeri masih defist. Untuk susu dari kebutuhan mencapai 4,7 juta ton, produksi dalam negeri hanya 1 juta ton. Artinya ada defisit hingga 3,7 juta ton.

Begitu juga dengan daging sapi, dengan kebutuhan sebanyak 770 ribu ton, produksi dalam negeri hanya 370 ribu ton, sehingga ada kekurangan sekitar 400 ribu ton. “Untuk daging dan telur ayam, kita sudah surplus. Daging ayam kita surplus 120 ribu ton dan telur 170 ribu ton,” katanya.

Memperhatikan peran, permasalahan, tantangan dan peluang subsektor peternakan 10 tahun kedepan, Boethdy mengatakan, diperlukan percepatan peningkatan produksi susu dan daging nasional, khususnya dalam mendukung program Makan Bergizi dan Minum Susu, menuju Indonesia Emas 2045.

Jadi kata Boethdy, pemerintah mengajak, terutama pelaku usaha untuk bisa ikut berpartisipasi dalam mendukung penyediaan produk peternakan, khususnya susu dan daging sapi. ”Sejak awal tahun 2024 kita sudah melakukan suatu penguatan dengan mengajak stakeholder dan pelaku usaha peternakan,” katanya

Untuk meningkatkan produksi susu, sudah ada pelaku usaha yang mau berinvestasi, khususnya peternakan sapi perah, dari skala besar maupun skala menengah dan skala kecil.  Sedangkan untuk meningkatkan produksi daging sapi, pemerintah membuka kesempatan impor sapi indukan.

”Alhamdulillah kita sudah ada komitmen dari hampir 78 pelaku usaha yang siap untuk mendatangkan sapi perah maupun sapi potong indukan yang diharapkan bisa mendorong peningkatan produksi daging,” katanya.

Namun diakui, perlu ada penguatan, terutama terkait dengan kesejahteraan peternak. Selain itu juga terkait dengan ketersediaan lahan. Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah bekerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga untuk memitigasi potensi lahan yang clean dan clear yang nantinya ditawarkan ke pelaku usaha.

Bagi Sahabat Sinar Tani yang telah mengikuti webinar dapat materi dan e sertfikatnya.

Esertifikat Berdasarkan Nomor : Klik Disini
Materi Webinar : Klik Disini
E Sertifikat :  Klik Disini

 

 

Reporter : Julian
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018