Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi
TABLOIDSINARTANI.COM Jakarta – Pemerintah terus memperkuat landasan hukum terkait keamanan pangan dengan mempercepat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2019. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) perubahan regulasi ini tengah digodok agar segera disahkan.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan dukungannya terhadap proses revisi ini. “Sesuai hasil Rakortas yang dipimpin Bapak Menko Pangan hari ini, kami siap mendukung revisi PP 86 Tahun 2019 agar segera diundangkan,” ujar Arief usai menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Senin (17/3).
Menurut Arief, pembagian kewenangan dalam keamanan pangan harus jelas sesuai dengan bidang masing-masing kementerian. “Kalau industri, itu urusan Kementerian Perindustrian. Pertanian di bawah Kementerian Pertanian, dan perikanan menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama dalam revisi ini adalah perdebatan dalam penjelasan pasal.
“Dua tahun revisi ini tidak selesai karena perdebatannya ada di bagian penjelasan. Maka, kami sepakat untuk menghilangkan bagian penjelasan dan kembali ke inti aturan,” kata Zulkifli.
Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah pengawasan pangan olahan berbasis ikan yang akan dilakukan bersama oleh Kepala Badan POM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Hal serupa berlaku untuk pangan olahan berbasis hewan dan industri yang akan diawasi oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian.
Di sela konferensi pers, Arief Prasetyo Adi juga menanggapi temuan beras berkutu di gudang Perum Bulog. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan distribusi beras yang tidak layak konsumsi.
“Beras yang didistribusikan harus berkualitas baik. Jika ada temuan, itu bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisasi,” tegasnya.
Arief menjelaskan bahwa penyimpanan beras di gudang harus mengikuti standar food grade, termasuk melakukan perawatan berkala.
“Jika penyimpanan menggunakan zat kimia berlebihan, kutu memang bisa hilang, tetapi itu tidak sesuai dengan standar food grade. Makanya, harus ada perawatan berkala agar kualitas tetap terjaga,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Arief memastikan bahwa stok beras Bulog tidak mengendap terlalu lama tanpa penyaluran.
“Saat ini, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) telah menyalurkan 150 ribu ton beras sesuai arahan Menko Pangan. Namun, dalam menyalurkan beras, kita harus memperhatikan kondisi panen di daerah agar harga petani tetap stabil,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas harga pangan, pemerintah terus menggulirkan program SPHP beras dengan target penyaluran 150 ribu ton.
Penyaluran ini terbagi dalam tiga zona: Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi) mendapatkan alokasi 50 ribu ton, Zona 2 (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, NTT, dan Kalimantan) sebesar 84,5 ribu ton, dan Zona 3 (Maluku serta Papua) mendapat 15,5 ribu ton.
Per 14 Maret 2025, realisasi penyaluran beras SPHP telah mencapai 30,45 ribu ton atau 20,3?ri target. Pemerintah optimistis program ini akan membantu daya beli masyarakat serta menjaga inflasi tetap terkendali.
Dengan percepatan revisi regulasi keamanan pangan dan optimalisasi distribusi beras, pemerintah berharap ketahanan pangan nasional semakin kuat dan kesejahteraan petani serta masyarakat luas tetap terjaga.