Arif Wahono, seorang petani padi Desa Wonorejo, Sukoharjo
Mesin berlogo AMDG itu tampak lincah mengumpulkan karung demi karung gabah dari lahan seluas 3.000 meter persegi milik Arif.
Hari itu, Selasa pagi, menjadi momen yang membanggakan. Kombin Bimo 102 beroda rantai milik Puskestan (Pusat Kesehatan Tanah dan Tanaman) menyelesaikan proses panen dengan hasil yang mencengangkan.
27 Karung Gabah, masing-masing seberat sekitar 75 kilogram. Ini adalah peningkatan drastis dibanding dua tahun lalu, ketika Arif hanya mampu memanen 19 karung dengan penggunaan pupuk kimia yang cukup banyak, mencapai 300-400 kg per musim.
“Dulu saya pikir, makin banyak pupuk kimia, makin tinggi hasil panen. Tapi nyatanya justru sebaliknya. Setiap musim, hasilnya malah terus turun,” ujar Arif sambil mengawasi tumpukan karung gabahnya.
Seperti banyak petani lainnya, Arif dulu terjebak dalam siklus ketergantungan pada pupuk kimia. Saat dosis ditambah, biaya membengkak. Namun hasil tak kunjung meningkat. “Subsidi pupuk tidak cukup, jadi kami harus beli yang nonsubsidi, dan itu mahal,” keluhnya.
Kesaksian Arif dibenarkan oleh Sadinu, Penyuluh Pertanian Kecamatan Mojolaban, yang turut hadir menyaksikan panen hari itu. Ia menjelaskan bahwa kerusakan tanah sawah menjadi masalah serius yang terjadi hampir di semua lahan pertanian.
“Sekarang banyak lahan sawah yang jadi ‘kopyor’—kalau kena air lembek, tapi kalau kering, jadi keras seperti batu. Itu tanda kesuburan tanah menurun drastis,” terang Sadinu.
Namun solusi bukan tidak ada. Sadinu menekankan pentingnya kemali ke pupuk organik, yang tidak hanya memperbaiki struktur tanah, tapi juga menghidupkan kembali mikroorganisme tanah yang penting bagi kesuburan.
Kesempatan Arif untuk bermitra dengan Puskestan yang berbasis di Wedi, Klaten menjadi titik balik. Ia mendapat pinjaman pupuk organik padat Komsah, dipadukan dengan pupuk NPK cair KCM. Tak hanya itu, Arif juga mendapat pendampingan intensif dari penyuluh swasta Puskestan.
“Sudah enam musim saya pakai teknologi dari Puskestan. Tanah saya sekarang lebih ‘pulen’, dan hasil panennya naik terus,” ungkap Arif bangga.
Dengan hasil terbaru mencapai 27 karung gabah setara dengan sekitar 2 ton gabah kering panen dari 3.000 m⊃2;, atau sekitar 6,75 ton per hektar, Arif membuktikan bahwa pertanian sehat bisa berjalan seiring dengan produktivitas tinggi.
Sadinu, yang menyaksikan langsung keberhasilan Arif, mengaku optimis. “Kalau program seperti ini diperluas dan dijalankan konsisten, kita bisa capai produktivitas 9 sampai 10 ton per hektar. Itu bukan hal mustahil,” ujarnya.
Namun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah kepercayaan petani terhadap pupuk organik yang sempat merosot karena kualitas produk yang beredar di pasaran tidak memberi dampak nyata.
“Kami terus mendorong penggunaan pupuk organik. Tapi respon petani lambat karena banyak yang kecewa dengan pengalaman sebelumnya. Di sinilah pentingnya pendampingan dan edukasi berkelanjutan,” tutup Sadinu.