Permasalahan malnutrisi seakan tidak ada habisnya hingga kini. Seluruh dunia selalu berkumpul merumuskan langkah dan solusi pemecahannya dalam Sidang FAO setiap tahunnya. Dalam sidang ke 159 tahun ini, Delegasi Indonesia ajukan pangan lokal sebagai solusi.
Saat ini Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia/ Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) sedang melakukan pekerjaan analitis dalam mencari solusi atas tiga beban malnutrisi yang terjadi di Asia dan Pasifik, yang terdiri dari kejadian rendah nutrisi, kekurangan nutrisi mikro, hingga kelebihan berat badan dan kegemukan. "Sumber daya pangan lokal merupakan solusi untuk mengatasi tiga masalah tersebut," ungkap Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi dalam forum Sidang Dewan FAO ke-159 di Roma Italia, Senin (4/6).
Dalam sidang yang akan berlangsung selama lima hari (4-8 Juni 2018), delegasi Indonesia dipimpin oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi dengan anggota dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pertanian. “Ini merupakan bagian dari dukungan pemerintah terhadap FAO untuk meningkatkan peranan sumber bahan pangan yang sehat dan berkualitas, namun tetap terjangkau oleh masyarakat luas,” ujar Agung.
Untuk diketahui, BKP kini telah memiliki lembaga non struktural yang memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional yang bernama Dewan Ketahanan Pangan. Tak hanya di pusat, Dewan Ketahanan Pangan juga dibentuk di daerah untuk mengakomodir perwujudan ketahanan pangan lokal.
Selain mengajukan solusi berupa sumberdaya pangan lokal, delegasi Indonesia juga mengusulkan untuk meningkatkan kerjasama dalam penelitian dan pengembangan terhadap bahan pangan lokal mulai dari industri hulu sampai dengan industri hilir.
Pengentasan Kemiskinan
Kejadian Malnutrisi juga erat kaitannya dengan kemiskinan yang masih membelenggu negara berkembang di Asia dan Pasifik. Karena itu, Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya peran petani skala kecil, termasuk nelayan, dalam pengentasan kemiskinan mengingat kemiskinan terkonsentrasi di wilayah pedesaan. "KIta bawa juga pentingnya pengentasan kemiskinan sesuai dengan hasil diskusi dengan tema ‘Improving Small-scale Farmers Welfare’ yang diadakan di sela-sela Konferensi Regional FAO Asia Pasifik ke-34 di Fiji pada 8-13 April 2018 lalu," jelasnya.
Pemerintah berkeyakinan bahwa perhatian yang cukup untuk petani skala kecil dari masyarakat internasional dapat menghilangkan kemiskinan dalam segala bentuknya sebagaimana tertuang dalam kesepakatan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Upaya peningkatan pendapatan di wilayah pedesaan juga mendapat perhatian dari anggota Dewan FAO termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang saat ini sedang dilakukan oleh FAO adalah mempromosikan lokasi Globally Important Agriculture Heritage System (GIAHS) sebagai lokasi wisata pertanian yang berwawasan lingkungan.
“Bersama dengan negara lainnya, Indonesia memandang program GIAHS FAO merupakan salah satu solusi berkelanjutan dalam mengembangkan wilayah pedesaan baik dari segi perolehan pendapatan maupun konservasi lingkungan dari kegiatan pertanian. Hal ini ibarat pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui,” jelas Agung. (bkp/gsh)
Editor : Gesha