WEBINAR MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA TANAMAN SAYURAN
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Perubahan iklim tak bisa dihindari. Karena itu langkahnya adalah bagaimana menyiasati dengan antisipasi, mitigasi dan adaptasi agar tidak mengganggu produksi pertanian. Bukan hanya pada tanaman pangan, tapi juga hortikultura.
“Kita juga perlu waspada terhadap iklim ekstrem yang menyebabkan kebanjiran dan kekeringan,” kata Direktur Perlindungan Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Inti Pertiwi Nashwari saat Webinar Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Tanaman Sayuran yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani, Rabu (24/11).
Karena itu menurutnya, dibutuhkan strategi dan langkah konkret dalam menangani dampak perubahan iklim di Indonesia, baik dengan cara antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Dengan memanfaatkan informasi iklim, kita bisa mengambil langkah adaptasi untuk membuat perencanaan budidaya tanaman dan penentuan jadwal tanam.
Selain itu kata Inti Pratiwi, perlu memperhatikan penggunaan teknologi tepat guna dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hortikultura. Misalnya, varietas tahan cekaman kering/basah, irigasi dan naungan. “Saat ini kita tidak lagi membahas mengenai antisipasi, mungkin beberapa hal sudah lewat dan sudah terjadi, tapi ke depan kita sudah berbicara mengenai adaptasi dan mitigasi,” katanya.
Dikatakan, perkembangan kondisi cuaca di Indonesia memang menjadi pembahasan pimpinan Kementerian Pertanian agar bisa diantisipasi. Kementerian Pertanian sudah berkoordinasi dengan BMKG. Memang ada beberapa daerah berpotensi banjir dengan katagori menengah, namun ada juga yang berpotensi kekeringan selama November ini.
“Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap komoditas hortikultura? Kita melihat dengan curah hujan yang cukup tinggi tentunya akan berdampak pada produksi hortikultura. Kita sudah mendengar di Brebes seluas 80 ha lahan tanaman bawang yang kebanjiran,” tuturnya.
Mengenai upaya mengatasi perubahan iklim ini, Inti mengatakan, bagi penyuluh di Balai Penyuluh Pertanian pembangunan embung, irigasi hemat air, mulsa dan varietas benih yang tahan kekeringan maupun banjir bukan hal yang baru. Namun kini yang pemerintah gerakkan adalah Brigade La Nina.
“Kami sudah turun ke lapangan untuk mengawal pertanaman sejak dua bulan yang lalu. Kami sudah bersurat kepada seluruh kepala daerah untuk mengantisipasi dan terus berkomunikasi dengan BMKG wilayah yang berpotensi banjir. Kami juga sudah mapping lokasi yang rawan banjir,” katanya.
KATAM cabai dan bawang
Bersama Balitklimat Badan Litbang Pertanian, Inti mengungkapkan, pihaknya mulai tahun depan akan membuat satu kalender tanam sepanjang satu tahun. Saat ini Kalender Tanam (KATAM) hanya ada pada tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai).
“Ini (Kalender Tanam,red) menjadi satu project bagi kami. Nanti kami akan bekerjasama dengan Litbang Pertanian. Bahkan akan kami kerjakan sebagai pekerjaan utama kami tahun depan, khususnya Kalender Tanaman untuk bawang merah dan cabe yang sering terjadi masalah dalam produksi,” tuturnya.
Sementara itu Peneliti Utama Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Badan Litbang Pertanian, Wiwin Setiawati mengatakan, salah satu alternatif mengatasi perubahan iklim dari aspek penurunan produksi adalah dengan menerapkan teknologi tanamn luar musim (off season).
Untuk tanaman cabai, kata Wiwin melalui pendekatan teknis dengan penyediaan varietas unggul dan teknologi budidaya, serta pengendalian OPT yang sesuai situasi off season. “Teknologi off season cabai diharapkan mampu memenuhi pasokan cabai sepanjang tahun untuk mengatasi gejolak harga, sehingga kebijakan swasembada cabai yang diinginkan dapat terpenuhi,” ujarnya.
Wiwin mengakui, dampak perubahan iklim dapat mengganggu produksi tanaman hortikultura. Contohnya pada tanaman cabai. Karakteristik tanaman cabai, suhu saat pertumbuhan sekitar 21 – 27 derajat celsiun dan pembentukan buah pada suhu 16 – 23 derajat celcius, serta curah Hujan 600 – 1.200 mm/tahun. Karakteristik lain pada tanaman cabai yakni kecepatan angin 10-20 km/jam dan intensitas cahaya rendah.
Namun jika terjadi iklim ekstrim, maka pertumbuhan tanaman dan perkembangan bunga akan tehambat dan mengakibatkan kualitas buah menjadi rendah, buah cabai banyak yang gugur dan rusak. Selain itu gagalnya pembentukan bunga yang mengakibatkan kerontokan dan mengakibatkan penurunan produksi. “Jika angin sangat cepat akan mengganggu aktivitas penyerbukan dan mengganggu proses fotosintesa,” katanya.
Pada kondisi iklim ekstrim yang menyebabkan peningkatan kelembaban udara sangat signifikan, Wiwin mengingatkan dapat meningkatan ledakan serangan OPT yang berdampak terhadap kerusakan tanaman dan terganggunya produktivitas. Akibat serangan OPT bisa menyebabkan kehilangan hasil 25 – 100 persen,” tegasnya.
Bagaimana strategi menyiasati perubahan iklim? Bagaimana pasar menyikapinya? Yul ikuti lagi Webinar dari saluran SINTA TV melalui Youtube. Bagi Sahabat Sinar Tani yang ingin mendapatkan materi bisa diunduh di link bawah ini. Sertifikat peserta juga bisa diunduh di link.
LINK MATERI : MATERI WEBINAR: MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA TANAMAN SAYURAN
SERTIFIKAT PESERTA : SERTIFIKAT WEBINAR MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA TANAMAN SAYURAN
SINTA TV :