Webinar Sukses Budidaya Cabai
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Cabai menjadi komoditas sayuran yang mudah bergejolak. Jika pasokan berkurang, maka konsumen yang akan teriak. Sementara saat berlebih, petani yang gigit jari. Permasalahnya bukan hanya dalam budidaya tanaman, tapi juga dalam pemasaran.
Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid mengatakan, masalah yang kerap dialami petani cabai adalah daun keriting, buah cacar, pertanaman tidak tinggi dan kurang seragam, daun menguning, penyakit patek dan beberapa masalah lain. Kondisi ini bisa diatasi dimulai dari budidaya tanaman.
Penyiapan lahan menjadi sangat penting, bahkan bobotnya mencapai 55 persen. Sedangkan persemaian dan penanaman hanya 5 persen. Sementara pemeliharaan sekitar 39 persen. “Amal perbuatan ikut berkontribus sekitra 1 persen,” ujarnya saat Webinar Sukses Budidaya Cabai yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani di Jakarta, Rabu (9/2).
Hamid melihat selama ini ada beberapa kesalahan petani dalam budidaya. Pertama, dalam pangapuran lahan. Selama ini petani memberikan sesudah mengolah lahan. Padahal sebaiknya pengapuran sebelum mengolahan lahan. “Gunakan dolomit, karena yang diperlukan adalah kandungan Mg-nya,” katanya.
Kedua, pemberian pupuk organik. Menurut Hamid, penggunaan pupuk organik yang selama sebanyak 20 ton/ha, bisa hanya 5 ton/ha. Ketiga, petani belum menfaatkan trichoderma sebagai agens hayati. Padahal wajib bagi hukumnya bagi petani menggunakan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) untuk membenahi lahan.
“Petani perlu memberikan pembenah tanam dengan humid acid yang 100 persen larut air. Intinya untuk sukses budidaya cabai adalah penyiapan lahan perlu diperhatikan, karena kadang ini yang lepas dilakukan petani,” katanya.
Sementara itu, Head Marketing PT. Agri Makmur Pertiwi, Syahnovi Manius mengatakan, potensi pengembangan cabai di Indonesia seluas 102.490 ha, sehingga kebutuhan benihnya mencapai 10.240 kg. Namun dibandingkan dengan China, luasan tanam dan kebutuhan benih sangat kecil. “Jenis cabai yang banyak ditanam petani umumnya cabai rawit, cabai merah besar, cabai keriting dan cabai paprika,” katanya.
Menurutnya, dalam budidaya cabai beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, pemilihan lahan terutama ketinggian lahan buddiaya yang menyebabkan perbedaan suhu siang dan malam. Kedua, pemilihan varietas, khusus produktivitas tinggi dan sesuai dengan permintaan pasar. “Dalam pemilihan varietas, petani juga harus memperhatikan yang tahan terhadap hama penyakit,” ujarnya.
Ketika memilih benih cabai, Syahnovi juga menyarankan, agar melihat karakter cabai yang tertera dalam label kemasan. Beberapa karakter yang yang bisa dilihat adalah mutu fisik (penampilan benih bersih, warna terang dan mengkilap, bernas dan ukuran normal). Karakter lainnya mutu fisiologis (daya kecambah tinggi 90 persen), mutu genetik (keseragaman benih tinggi dan kemurnian genetik tinggi).
Pengendalian Hama dan Penyakit
Sementara itu, Manager Marketing FMC Agricultural Manufacturing, Dudy Kristyanto mengatakan, masalah utama petani cabai selama ini adalah dalam pengendalian hama dan penyakit. Apalagi kondisi musim hujan yang berkepanjangan. “Ini yang mesti diperhatikan. Apalagi tahun ini BMKG memprediksi La nina berlangsung sampai semester pertama,” katanya.
Menurutnya, gangguan psikologis pada tanaman cabai disebabkan tiga faktor yakni, pathogen (sumber penyakit), lingkungan dan tanaman itu sendiri. Namun demikian ada juga faktor manusia. Misalnya, penggunaan varietas tanaman yang rentan penyakit, pemupukan N yang berlebihan dan jarak tanam yang terlalu rapat. Begitu juga masalah waktu tanam yang kurang tepat saat kondisi rentan penyakit.
“Peran manusia juga bisa berperan dalam perkembangan penyakit. Jadi ketika banyak hujan permasalahan utamanya adalah penyakit tanaman, terutama yang menyerang buah cabai,” tuturnya.
Dudy mengungkapkan, penyakit yang kerap menyerang tanaman cabai adalah bintik cabai atau antraknosa (patek) karena jamur. Bahkan yang dikhawatirkan kerugian akibat penyakit tersebut bisa mencapai 90 persen. Jika kondisi lingkungan cukup parah, dapat menyebabkan tanaman tidak panen sama sekali.
Penyakit patek banyak ungkap Dudy, menyerang saat curah hujan tinggi disertai dengan cuaca panas menyebar dengan sangat cepat dalam 3 hari 4. Bagian yang banyak terserang adalah buah. Biasanya dimulai dari daun dengan gejala belum tampak. “Jika siklus hama sampai 50 hari baru terlihat, maka penyakit patek ini bisa berlangsung cepat hanya 3-4 hari. Ini yang harus diwaspadai petani,” katanya.
Selain masalah penyakit saat musim hujan, Dudy juga mengingatkan, petani juga perlu mewaspadai virus gemini yang menyerang tanaman cabai saat musim peralihan, khususnya pada April. Tanaman yang terserang virus ini mulai menunjukkan gejala 12 jam setelah penularan.
Gejala virus gemini dimulai dari pucuk daun menguning, tulang daun menebal dan menggulung ke atas, kemudian menjadi kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. “Upaya pengendaliannya adalah dengan eradikasi tanaman sakit dengan mencabut dan musnahkan tanaman,” tegasnya.
Sedangan hama yang perlu diperhatian adalah kutu kebul sebagai vektor virus kuning. Hama berkembang biak sangat cepat ketika cuaca kering dan panas. Hama ini menghisap cairan pada daun dan batang muda. Gejala yang terlihat adalah tanaman tumbuh kerdil dan batang muda mengkerut, diikuti dengan munculnya embun jelaga. “Serangan kutu kebul bisa menyebabkan kerusakan tanaman hingga 100 persen,” katanya meningatkan.
Selain persoalan budidaya yang kerap menjadi kendala bagi petani, masalah pemasaran juga menjadi pekerjaan rumah petani. Untuk membantu petani, Tani Academy Manager TaniHub, O’ok Suyantoko mengatakan, pihaknya menyediakan kesempatan bagi pelaku usaha untuk menjual produk pertanian. “Kami menyiapkan Tanihub vendor untuk menjadi bagian mitra TaniHub,” ujarnya.
Untuk Sahabat Sinar Tani jika ingin mendapatkan materi, melihat kembali tayangan webinar dan sertifikat bisa diunduh di link bawah ini.
- MATERI WEBINAR SUKSES BUDIDAYA CABAI
- SERTIFIKAT WEBINAR SUKSES BUDIDAYA CABAI
-