Sabtu, 19 April 2025


Perkuat Politik Pertanian

29 Apr 2014, 09:53 WIBEditor : Ahmad Soim

Tahun 2014 menjadi tahun politik bagi bangsa Indonesia. Setelah usai Pemilihan Umum (Pemilu) untuk wakil rakyat, bangsa Indonesia kini bersiap menghadapi momen paling besar yakni memilih orang nomor satu alias Presiden RI.

ari hasil penghitungan cepat setidaknya tergambar hasil pemilihan suara partai peserta Pemilu. Semua partai kini berancang-ancang melakukan koalisi untuk mencari calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pertanyaan sejuah mana partai-partai yang mendapat suara besar berpikir mengenai sektor pertanian? Berkoalisi memikirkan nasib petani?
Masa depan bangsa Indonesia ada di pertanian. Sebagai negara agraris, sektor pertanian cukup tangguh dalam menghadapi gon­cangan ekonomi. Contohnya, saat Indonesia dilanda krisis eko­nomi tahun 1997/1998, sektor pertanian tetap kokoh. Bahkan sebagai penyelamat perekonomian Indonesia.
Sayangnya, banyak kalangan yang tak belajar dari kejadian tersebut. Mirisnya lagi, sektor pertanian dianggap remeh dan tidak mendapat tempat dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Padahal Organisasi Pangan Dunia (FAO) sudah mengingatkan ancaman krisis pangan dunia. Negara yang tergantung terhadap pangan impor menjadi sangat bahaya. 

Reposisi 
Bagaimana Indonesia? Harus diakui, Indonesia tidak bisa lepas dari ancaman krisis pangan tersebut. Pembangunan pertanian yang salah arah bisa membuat Indonesia benar-benar terperosok masuk dalam krisis tersebut. “Indonesia perlu reposisi politik pertanian,” tegas mantan Menteri Pertanian, Sjarifudin Baharsjah.
Politik pertanian memang menjadi kunci arah pembangunan pertanian Indonesia. Di era reformasi seperti sekarang ini, politik yang mendukung kemajuan pertanian menjadi penting. Tanpa dukungan politik, sektor pertanian tak akan berkembang.
Karena itu Sjarifudin, berharap agar pemerintah memperkokoh peran litbang penyuluh pertanian untuk mereposisi politik pertanian di Indonesia. Sebab pembangunan pertanian telah salah arah. “Balik arah pembangunan pertanian yang tidak benar,” ujarnya dalam satu diskusi yang digelar Tabloid Sinar Tani di Bogor.
Keprihatinan lainnya adalah kedaulatan  pertanian Indonesia kini sudah terancam dengan ditan­dai oleh impor pangan yang tak terbendung lagi. Volume dan nilai impor naik tinggi tidak terkendali, sebaliknya ekspor tidak secepat itu. “Ekspor produk pertanian kita lebih banyak produk mentah, sehingga tidak memberikan nilai tambah,” sesalnya.
Sementara itu di pedesaan dia menilai, telah terjadi pembusukan pertanian. Ditandai dengan lang­kanya kesempatan kerja, nilai pekerja pertanian sangat rendah dan telah terjadi urbanisasi petani menjadi petani gurem dan buruh tani. Diperkirakan ada 5,5 juta petani ke luar dari pedesaan karena tidak mendapat pekerjaan yang baik. “Ada kegamangan, petani ke luar dari pedesaan. Kalau masih menjadi petani pun ibarat buruh di tanah sendiri,” ujarnya.
Menurut Sjarifudin, pemerin­tah boleh saja mengklaim per­tumbuhan ekonomi Indonesia men­capai 5% per tahun. Namun, kemajuan ekonomi tersebut tidak mengikutsertakan ekonomi pedesaan. 

Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066

Editor : Ahmad Soim

BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018