TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Perubahan iklim tentunya membawa pengaruh dalam kuantitas produksi yang dihasilkan, tak terkecuali tanaman sayuran penting seperti cabai. Karenanya, pertanaman off season dengan teknologi bisa menjadi langkah adaptasi dari perubahan iklim tersebut.
Peneliti Utama Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Badan Litbang Pertanian, Wiwin Setiawati mengatakan keberhasilan usahatani cabai di musim hujan, ditentukan oleh kemampuan budidaya khususnya dalam mengatasi masalah hama/penyakit tanaman, pemilihan varietas, pengolahan lahan yang tepat dan pemupukan tanaman yang efisien.“Kita gunakan biopestisida, bisa menggunakan minyak serai dan pupuk biohayati,”tambahnya.
Teknologi adaptasi tersebut dimulai dengan pemilihan varietas cabai hibrida dengan potensi hasil lebih dari 20 ton/ha, atau bisa juga menggunakan jenis Open Pollinated (OP) yang tahan penyakit Virus kuning dan Antraknose. Maupun cabai OP/hibrida toleran genangan/ kekeringan, bahkan VUB cabai fungsional (kadar capsaisin tinggi).
Untuk persemaian yang bebas penyakit virus kuning, bisa menggunakan sungkup, pengendalian vector secara preventif. Pada saat pertanaman, menggunakan populasi 23.000 tanaman/60 x 50 cm.
Untuk pengapuran tanah, apabila kondisi pH tanah kurang dari 5,5 bisa dilakukan pengapuran dengan kaptan/dolomit sebanyak 1,5 ton/ha yang diberikan setelah pencangkulan pertama (sebulan sebelum tanam).
Penggunaan mulsa plastik hitam perak pun harus dilakukan untuk mengatur dan menjaga kelembaban tanah agar tetap normal, menjaga suhu mikro tanah agar tetap optimal, mencegah erosi dan pencucian hara saat musim hujan, menekan pertumbuhan gulma pengganggu sehingga menghemat biaya penyiangan. “Pemasangan mulsa pun dilakukan agak melengkung agar air hujan tidak menggenang di persemaiannya, tetapi langsung jatuh turun, “ jelasnya.
Pemupukan dilakukan secara berimbang, penggunaan pupuk hayati dan organik pun sebaiknya diperbanyak. Untuk barrier, tanam 4 baris jagung disekeliling tanaman cabai sebulan sebelum tanam dan 1 bulan sesudah tanam dengan baris zig-zag sebagai refugia.
“Tambahan pupuk hayati bisa digunakan untuk mencegah penyakit tular tanah. Contohnya, asam humat dan pupuk dari rumput laut. Untuk musim seperti ini, gunakan juga pupuk yang mencegah rontok bunga seperti pertambahan pupuk mengandung , Magnesium untuk menguatkan jaringan, “ benernya.
Kemudian untuk pengairan, lakukan dengan teknik drip irrigation. Sedangkan untuk pengendalian OPT dilakukan dengan penggunaan perangkap (perangkap likat warna kuning, feromonoid seks, metyl eugenol) sebanyak 40 buah/ha. Bisa juga dengan Aplikasi inducer untuk pengendalian virus kuning dan antraknose
“Penambahan hormon juga bisa dilakukan untuk mengurangi kerontokan bunga cabai. Hormon juga bisa menebalkan buah dan lalat buah juga sulit masuk,” tambahnya.
Rain Shelter
Penggunaan rain shelter menjadi hal yang harus dilakukan ketika menanam di musim penghujan. Di beberapa negara penghasil sayuran, seperti Taiwan, India, Filipina, Malaysia, Hawaii, dan Zambia budidaya sayuran di luar musim dilakukan.
Dengan menggunakan rain shelter ini, petani dapat menekan serangan OPT, sehingga meminimalisir penggunaan pestisida serta menekan kehilangan hasil. Dengan demikian provitasnya meningkat.
Dari hasil penelitian, serangan OPT di rain shelter bisa berkurang antara 33,56 hingga 75 persen dan penggunaan pestisida berkurang sebesar 50 persen dibandingkan yang tidak menggunakan (lahan terbuka).
Selain itu, rain shelter juga berperan dalam mengurangi tingkat cekaman lingkungan terhadap tanaman karena asupan cahaya yang berlebih melemahkan tanaman sehingga mudah terserang hama dan patogen tanaman.
Bentuk rain shelter ini ada dua tipe, yakni bentuk melengkung dan bentuk datar. Tetapi keduanya sama, terbuat dari bambu/besi dan atapnya terbuat dari plastik bening.
Untuk rain shelter yang berbentuk melengkung (atapnya) tinggi penyangga sekitar 2 meter dengan jarak antar penyangga 6 meter untuk empat bedengan dan sudut atapnya adalah 180 derajat. Sedangkan untuk yang atap datar perbedaannya hanya di sudut atapnya saja, yakni 30 derajat.
Sejauh ini berdasarkan hasil penelitian, rain shelter yang berbentuk melengkung (atapnya) yang paling baik. Terutama dipasang pada saat mulai berbunga, yakni terjadi peningkatan provitas 44,82 persen atau sekitar 21 ribu ton per hektar.
Mengenai bahan rangka rain shelter, petani bisa menggunakan bambu atau besi sesuai keinginan. Rangka bambu tentu harganya murah, tetapi kurang tahan lama, sedangkan dari besi harganya jauh lebih mahal tetapi lebih tahan lama. Jadi silahkan memilih dengan bijak dan disesuaikan dengan budget yang ada agar tidak memberatkan.