Mala Nurilmala, Guru Besar IPB University | Sumber Foto:Julian
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Penggunaan kolagen gelatin untuk industri saat ini terus meningkat. Sayangnya, sumber bahan bakunya masih sangat terbatas, hanya dari babi dan sapi. Ternyata produk samping dari ikan juga bisa menjadi alternatif kolagen gelatin yang dijamin kehalalannya.
Prof. Mala Nurilmala, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University mengatakan, dalam kandungan protein di dalam tubuh manusia ternyata kolagen mencapai 30 persen. Kolagen sendiri merupakan protein yang membantu mempertahankan struktur berbagai jaringan dan organ di tubuh manusian. “Gelatin merupakan kolagen yang terkonversi karena asam, basa dan panas,” kata Mala saat Konpresi Pra Orasi Ilmiah di Bogor, Kamis (14/7).
Menurut Mala, kolagen dan gelatin merupakan salah satu bahan baku atau bahan tambahan penting berbagai sektor industri. Misalnya, bahan baku pengemulsi, pengental, penstabil, pembentuk gel dan pengingat air. Gelatin bisa menjadi menjadi bahan baku kosmetik seperti untuk pelembab dan anti keriput. Sedangkan untuk industri farmasi bisa untuk kapsul keras dan lunak.
Saat ini ungkap Mala, penggunaan kolagen terus meningkat. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri masih banyak dari impor. Sedangkan sumber bahan baku kompensional lebih banyak dari kulit dan tulang babi yang persentasenya hampir 50 persen, kemudian sapi dan yang lain sangat sedikit.
“Dengan bahan baku dari babi menimbulkan kekhawatiran bagi kaum muslim. Sedangkan sumber bahan baku dari kulit sapi impor juga hingga kini belum jelas kehalalannya. Karena itu, menjadi penting kolagen dari sumber lan,” tuturnya
Sebagai Guru Besar yang banyak berkecimpung dalam teknologi hasil perikanan, Mala mencoba mengembangkan kolagen gelatin dari produk perikanan. Hal ini untuk menjawab persoalan kehalalan bahan baku kolagen untuk industri dalam negeri.
Mengapa ikan menjadi peluang tinggi? Mala memgungkapkan, Indonesia mempunyai banyak sumber ikan yang komersial, tapi penggunaan bahan hasil samping belum optimal. Selam ini hasil samping ikan hanya dalam bentuk kerupuk, kemudian sisik dan tulang juga dibuang.
“Kami mencoba memanfaatakan produk samping ikan, seperti kulit atau sisik dan gelembung ikan untuk dijadikan sumber kolagen gelatin,” kata Angkatan 28 IPB tersebut.
Mala melihat, potensi kolagen gelatin ikan cukup tinggi. Di kulit ikan mencapai 80 persen. Berbeda dengan sapi yang ada di Indonesia, pemanfaatan tulang dan kulit akan bersaing dengan kebutuhan pangan, khususnya menu rumah makan.
Karena itu Mala optimis produk kolagen gelatin ikan bisa menjadi alternatif, bahkan menjadi peluang baru memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Alasannya, potensinya sangat besar, hampir 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan. Potensi sumberdaya perikanan juga tinggi dan industri perikanan terus berkembang.
“Dengan mengembangan kolagen gelatin ikan juga akan mendukung konsep blue ekonomi dan kebelanjutan dan SDG’s,” ujarnya.
Mala mengatakan, untuk mengektraksi kolagen gelatin dari produk samping ikan tidak sulit. Bahkan hasil kajian mutu kolagen gelatin ikan juga sudah sesuai standar. Baik waktu ekstraksi, konsentrasi dan suhu.
“Kalau kita melihat produk gelatin lainnya, titik kritisnya adalah halal. Kalau dilihat dari bahan baku dan proses produksinya, ikan jelas halal. Produksinya juga menggunakan enzim tumbuhan,” ujarnya.
Kolagen gelatin ikan ini menurut Mala, sudah diaplikasikan untuk produk pangan, seperti ice cream, cokelat, marsmallow. Sedangkan produk kosmetik untuk masker mengangkat komedo akibat paparan sinar matahri dan penggunaan mikup. “Untuk farmasi, saat ini sedang dikembangkan untuk penutup luka dan cangkang kapsul. Alhamdulillah kami sudah mendapatkan pendaan untuk pembuatan cangkang kapsul,” katanya.
Selain itu, kolagen gelatin ikan juga bisa untuk perekat kayu. Selama ini untuk perekat, khusunya kayu lebih banyak menggunakan bahan baku sintetis. Namun untuk bahan baku alami, masyarakat belum familiar. “Kalau di luar negeri sudah familiar dan tidak berbahaya. Kolagen gelatin ikan ini bisa menjadi alternatif perekat kayu dan sudah dibuktikan dan bisa berkompetisi dengan perekat sintetis,” tuturnya.
Mala menegaskan, dari hasil kajian teknoekonomi produksi kolagen gelatin ikan sangat layak untuk mengembangkan industrinya, terutama memenuhi kebutuhan permintaan yang sangat tinggi. Dari sisi harga, produk kolagen gelatin ikan juga dapat bersaing tinggi, value produk tinggi dan memiliki segmen pasar tersendiri.
“Alasan lainnya, bahan baku ikan tersedia secara berkelanjutan. Artinya, industri ini layak dikembangkan,” katanya. Untuk itu Mala melihat, pengembangan industri produk berbasis kolagen ikan ini perlu segera dilakukan.