TABLOIDSINARTANI.COM, Semarang -- Padi biosalin Semarang menawarkan solusi cerdas untuk melawan rob dan perubahan iklim. Dengan inovasi pertanian berkelanjutan, lahan salin kini jadi sumber pangan dan energi yang ramah lingkungan.
Semarang, sebuah kota yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, kini menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim, abrasi, rob, dan salinisasi yang mengancam lahan pertanian.
Namun, di balik tantangan tersebut, muncul sebuah solusi inovatif yang tak hanya menjawab masalah ketahanan pangan, tapi juga energi terbarukan: pengembangan lahan salin.
Penelitian terbaru yang dipimpin oleh Dr. Tri Martini Patria, seorang Peneliti Ahli Utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memberikan harapan baru.
Dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA), para peneliti mampu mengungkap potensi besar lahan salin, khususnya di kawasan Mangkang Kulon, Semarang, untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian yang berkelanjutan.
Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode yang digunakan untuk menilai dampak lingkungan suatu produk atau sistem selama siklus hidupnya, mulai dari ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi, penggunaan, hingga pengelolaan limbah.
Dalam penelitian ini, Dr. Tri Martini dan timnya memfokuskan pada padi biosalin, sebuah varietas padi yang mampu bertahan di lahan dengan kadar garam tinggi.
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa padi biosalin dapat tumbuh subur di lahan salin, bahkan mampu menghasilkan padi dengan kualitas yang memadai," tuturnya.
Ini menjadi angin segar bagi para petani yang selama ini terhambat oleh kondisi tanah yang terkontaminasi garam.
Selain itu, lahan salin juga berpotensi menjadi sumber energi terbarukan.
Biomassa yang dihasilkan dari residu pertanian dan rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi.
"Dengan menggunakan biomassa ini, kita tidak hanya bisa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga mendukung transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan," sebutnya.
Tak hanya menguntungkan dalam sektor pangan dan energi, pengembangan lahan salin juga terbukti lebih ramah lingkungan.
Berdasarkan analisis LCA, pengembangan lahan salin secara terintegrasi memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional di lahan non-salin.
"Artinya, kita bisa mengurangi emisi gas rumah kaca, penggunaan pupuk, dan kebutuhan air, yang semuanya berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan," jelasnya.
Dari hasil penelitian ini, kemudian keluarlah rekomendasi kebijakannya..apa saja?Klik Selanjutnya..