TABLOIDSINARTANI.COM, Banjarbaru --- Di tahun ini, pengelolaan lahan rawa kini menjadi andalan pengembangan pertanian untuk solusi pangan nasional. Subsektor hortikultura pun tidak mau kalah untuk ikut serta. Namun, perlu penanganan berbeda, khususnya dalam pengendalian OPT untuk sayuran di lahan rawa.
Direktorat Jenderal Hortikultura melalui Program Pengembangan Kawasan Aneka Cabai dan Bawang Merah gencar menumbuhkan sentra baru di seluruh Indonesia, termasuk di lahan rawa Kalimantan Selatan yang menjadi sentra program Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani (SERASI).
Namun Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi menuturkan bahwa jauh sebelum dicanangkan program SERASI, bawang merah varietas Tajuk dan Super Philip mampu dihasilkan petani Tapin, Kalsel.
Menariknya, meskipun di lahan bekas rawa, secara spesifikasi bawang merah mereka memenuhi standard ekspor. Kesuksesan inilah yang membuat Kalsel bertumbuh menjadi sentra baru sayuran.
Salah satunya adalah Kelompok Tani Ngudi Rahayu Kelurahan Syamsudin Noor, Landasan Ulin, Kota Banjarbaru yang diketuai Sargim tersebut bertanam sayuran di lahan seluas 31 hektar.
Awalnya, mereka menanam cabai rawit merah dan keriting dengan tomat secara tumpang sari secara terus menerus, kini mulai menanam bawang merah.
Sargim juga sudah melakukan tindakan pengendalian OPT secara pre emtif yang diikuti pengendalian secara responsif seperti yang dianjurkan oleh petugas lapang setempat.
“Kenyataannya hasil panen cabai setengah ton per minggu dari KT Ngudi Rahayu dapat mencukupi kebutuhan masyarakat setempat bahkan sebagian dipasarkan ke Banjarmasin,” ungkap Sargim.
Anggota kelompok tani Ngudi Rahayu, Surono mengatakan bahwa ia sudah mulai menanam bawang merah di lahan seluas 1000 meter persegi dengan bibit 35 kg varietas Super Philip dari Probolinggo.
"Saya baru saja panen sebanyak 3 kuintal bulan Desember lalu. Saya semakin yakin menanam hortikultura khususnya cabai dan bawang merah cukup menguntungkan untuk menambah penghasilan," tukasnya.
Kasubdit Pengendalian OPT Sayuran dan Biofarmaka, Nadra Illiyana menjelaskan bahwa berbudidaya hortikultura khususnya bawang merah membutuhkan penanganan berupa pengendalian OPT ramah lingkungan.
"Penggunaan pestisida kimia yang tidak tepat akan berdampak terganggunya ekosistem, akibatnya terdapat residu pestisida pada produk yang dikonsumsi," jelasnya.
Nadra mencontohkan saat curah hujan tinggi dan serangan patogen penyakit dikhawatirkan terjadi, budidaya bawang merah masih bisa dilakukan dengan inovasi teknologi menggunakan metode sungkup plastik atau yang dikenal dengan rain shelter di samping melakukan pengendalian OPT ramah lingkungan.
Lebih lanjut Nadra menuturkan bahwa dengan produksi yang terjaga dapat menekan kehilangan hasil akibat serangan OPT, sehingga mutu hasil terjamin, daya saing yang tinggi dan aman dikonsumsi.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa pihaknya meminta kepada semua BPTPH untuk mengawal petani melaksanakan pengendalian OPT secara pre emtif dengan memanfaatkan bahan pengendali OPT ramah lingkungan yang sudah banyak dihasilkan oleh Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) serta memonitor secara intensif pertanaman hortikultura.
"Sehingga gangguan OPT tidak mengganggu produksi dan mutu produk hortikultura," tuturnya.
Karena itu, Ditjen Hortikultura mendorong petani menerapkan budidaya ramah lingkungan, dengan mengaplikasikan lebih banyak bahan organik dan bahan pengendali biologi, mulai dari persiapan lahan, pemeliharaan, sampai pasca panen.
“Semoga dengan kegigihan petani sayuran di lahan rawa, dapat menghasilkan sayuran yang sehat dan aman konsumsi serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka,” ujarnya mengakhiri.