Rabu, 30 April 2025


Wabah PMK, PPSKI Khawatir Sejak Lama

09 Jun 2022, 16:44 WIBEditor : Yulianto

Ketua Umum PPSKI, Nanang S. Subendro (kiri) bersama mantan Dirjen Peternakan, Sofyan Sudradjat

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kini tengah mewabah di Indonesia dinilai merupakan dampak panjang. Bahkan Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf sudah mengkhawatirkan sejak lama ketika pemerintah menetapkan kebijakan zone base untuk impor daging.

“PPSKI sejak tahun 2009 sudah mengkhawatirkan kemungkinan masuknya PMK dengan perubahan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Salah satu prasa dalam UU No. 18 Tahun 2009 menyebutkan perubahan dari country base menjadi zone base,” kata Rochadi saat Diskusi Publik PPSKI: Peternak Bertanya, Ahli Menjawab: PMK dan Penanganannya di Jakarta, Rabu (8/6).

Ia mengungkapkan, kekhawatiran tersebut sempat dibawa ke DPR dan berakhir di Mahkamah Konstitusi. Saat itu, Rochadi mengakui, dirinya menjadi saksi ahli bersama beberapa ahli penyakit hewan. Kemudian Tahun 2014 terjadi perubahan UU PKH No. 18 Tahun 2009 menjadi UU No. 41 Tahun 2014, pemerintah memunculkan kembali frasa zone base untuk impor daging dan produk ternak ruminansia.

“Saat itu kami kembali melakukan yudisial reviu, karena kami tetap khawatir. Alasannya, Indonesia belum miliki peraturan pemerintah mengenai sistem kesehatan hewan,” ujarnya. Namun ternyata pemerintah pada tahun 2010 menetapkan kebijakan zone base untuk impor daging dan produk ternak lainnya.

Pemerintah lanjut Rochadi, kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Kesehatan Hewan dan kebijakan zona base diberlakukan. Selanjutnya terbit SK Menteri Pertanian dan Ditjen Peternakan untuk pemasukan daging India. “Apa yang terjadi ketika ada kelonggaran kebijakan? Seperti saat ini kan,” tegasnya.

Sementara itu Ketua Umum PPSKI, Nanang S. Subendro mengatakan, saat ini peternak sudah banyak yang bertanya-tanya mengenai PMK. Sebab, penyebarannya di Jawa masif dan sulit dikendalikan, kematian ternak sudah sangat tinggi. “Ini sudah emergency. Pemerintah harus menetapkan status Kejadian Luar Biasa,” tegasnya.

Dikatakan, sejak dinyatakan wabah di 4 kabupaten di Jawa Timur dan 1 kabupaten di Aceh (SK Mentan No. 403 dan 404 tanggal 9 Mei 2022 ), per tanggal 21 Mei 2022 penyebaran penyakit ini sudah mencapai 82 kabupaten/kota di 16 Provinsi. Diperkirakan jumlah ternak terdampak 5,4 juta ekor dan 20,7 ribu ekor ternak sakit.

Data tersebut belum termasuk fakta-fakta di lapangan, banyaknya ternak sapi yang dipotong peternak setelah melihat ciri-ciri ternaknya terkena PMK tanpa melakukan test PCR,” katanya.

Nanang juga mengkhawatirkan serangan PMK pada ternak sapi perah berakibat terhadap turunnya produksi susu secara drastis, mencapai 80 persen. Artinya, berakibat hilangnya pendapatan harian peternak sapi perah.

Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi utama ternak perah. Sekarang sudah terlihat turunnya produksi susu harian secara total dari ketiga provinsi tersebut,” tuturnya.

Reporter : julian
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018