TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta--Saat ini industri perunggasan tengah menghadapi tantangan besar, khususnya dalam mengelola pasokan generasi kedua. Persoalan kelebihan pasokan menjadi kendala serius. Saat bersamaan, peternak juga mengalami kelangkaan produksi broiler dan telur di pasar. Gejolak harga dan berbagai masalah lainnya mulai muncul sebagai akibatnya.
Demikian diungkapkan Prof. Rachmat Pambudy, Guru Besar IPB University. Mdenurutnya, masalah dialami dunia perunggasan melibatkan berbagai aspek, mulai dari distribusi GPS, PS, dan FS, hingga persaingan yang intensif di ranah budidaya, pengelolaan pascapanen, pengembangan RPA, pembangunan rumah pendingin, hingga pengolahan broiler dan telur.
Selain itu, masalah juga melibatkan ketidakseimbangan kompetisi antar produsen broiler dan layer dari berbagai negara, yang akhirnya mengakibatkan ketidakstabilan pasar. "Salah satu masalah mendasar yang harus segera diatasi adalah penyediaan bahan baku pakan jagung. Harganya harus tetap kompetitif dengan pasar dunia, dan kualitas serta kelangsungan pasokannya harus terjamin sesuai permintaan pabrik pakan," katanya.
Namun, tidak hanya itu, masih ada peternak rakyat yang beroperasi tanpa mematuhi standar usaha dalam produksi broiler dan layer. Kapasitas kandang yang rendah, harga input yang tinggi, sanitasi yang tidak terkendali, serta tingginya tingkat kematian dan produksi di bawah rata-rata semakin menambah kerumitan dalam produksi.
“Ancaman dari produk impor daging ayam beku yang lebih murah juga meruncingkan situasi ini. Produk olahan berbahan baku ayam impor telah mulai membanjiri pasar domestik dengan intensitas yang meningkat,” katanya.
Kasus panjangnya rantai pasok ayam hidup dari farm gate hingga ke tangan konsumen juga semakin kompleks. Dari pengepul, pangkalan ayam, agen, RPA/TPA, hingga pedagang tradisional maupun modern retail, setiap mata rantai menimbulkan biaya dan potensi inefisiensi yang semakin memperburuk situasi ini.
Dalam menghadapi tantangan ini, industri perunggasan perlu menjalin kerjasama yang lebih erat, meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok, serta mendorong inovasi dalam produksi dan pengelolaan. “Hanya dengan langkah-langkah konkret dan kerjasama yang solid, kita dapat mengatasi berbagai masalah ini dan memastikan keberlanjutan industri perunggasan di masa depan,” ujarnya.
Strategi Kebijakan Baru
Melalui gambaran tersebut, Rachmat menjelaskan, kompleksitas masalah peternakan ini melibatkan seluruh lini sub sistem agribisnis perunggasan. Keterkaitan yang ada antar sub-sistem tersebut menjadi kunci utama untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
“Tantangan terbesar saat ini adalah tingginya harga pakan unggas, yang dipengaruhi oleh harga jagung dalam negeri yang terkadang hampir dua kali lipat harga jagung dunia. Kondisi ini memerlukan program transisi yang mendesak,” jelasnya.
Di sisi on-farm, praktik budidaya peternak mandiri dengan kandang terbuka terbukti tidak lagi efisien di tengah persaingan industri unggas yang semakin ketat. Di hilir, pasar yang sama untuk hasil budidaya peternak mandiri dan perusahaan besar menciptakan persaingan yang tidak sehat. “Unutk itu diperlukan percepatan dalam perbanyakan dan penyebaran infrastruktur closed house (kandang tertutup) sebagai solusi,” katanya.
Sementara itu, di sektor pemasaran dan penyimpanan hasil peternakan, perlu ada program penataan yang efektif. Pengolahan dan penyimpanan yang baik tidak hanya menciptakan nilai tambah, tetapi juga menjadi cadangan pangan ketika terjadi kelangkaan ayam dan telur.
Diperlukan juga upaya untuk memperluas pasar baik di tingkat domestik maupun ekspor. Promosi aktif untuk meningkatkan konsumsi ayam dan telur juga menjadi kunci, termasuk penyesuaian dengan era digital dan menggunakan media sosial yang relevan dengan generasi muda.
Masalah ini menurut Rachmat, tidak dapat diselesaikan secara parsial atau sektoral. Dibutuhkan strategi dan kebijakan makro yang holistik, melibatkan semua kementerian terkait seperti Pertanian, Perdagangan, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian, Koperasi UKM, Perhubungan, Keuangan, dan Menko Perekonomian