Untuk lebih mengembangkan peternakan rakyat menjadi usaha yang berorientasi bisnis, pemerintah kini mendorong pelaku usaha ternak mandiri berusaha secara kolektif alias secara berjamaah. Rintisannya akan dilakukan melalui pengembangan Program Sentra Peternakan Rakyat (SPR).
Di awal pengarahannya sebelum membuka resmi event internasional “Ildex Indonesia” 2015 yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta pada 8-10 Oktober lalu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Muladno, kembali menegaskan keinginannya untuk menata bangun usaha peternakan di tanah air sebagaimana penataan yang terjadi di tubuh PT Kereta Api.
Banyak yang tidak mengira bahwa stasiun-stasiun kereta api yang pada awalnya kumuh dengan kereta jarak jauh yang selalu penuh sesak oleh penumpang kini berubah wajah menjadi tempat yang nyaman dan semua penumpang kereta jarak jauh mendapat tempat duduk.
“Diibaratkan sebagai penumpang kereta, yang kami inginkan adalah semua pelaku usaha peternakan mendapat posisi yang nyaman di tengah-tengah kegiatan pembangunan peternakan yang sedang dilaksanakan,” tegas Muladno.
Ia menilai, yang terjadi saat ini kerap timbul ketidak harmonisan hubungan antara peternak dengan perusahaan peternakan terintegrasi. Persaingan tak sehat bisa saja terjadi di antara yang kecil dan yang besar yang berujung pada kian terjepitnya posisi peternak yang berusaha dalam skala usaha yang kecil.
“Sekarang ini efisiensi memang menjadi kunci keberlangsungan usaha. Makin kecil jumlah pemilikan ternak maka jelas makin tidak efisien sehingga tinggal menunggu saatnya menutup usaha,” tutur Muladno.
Karena itu di era di mana tingkat persaingan usaha semakin ketat, Dirjen PKH melihat pentingnya usaha peternakan skala kecil diarahkan untuk bergerak secara berjamaah sehingga bisa menjadi usaha yang lebih efisien.
Kembangkan 500 SPR
Kondisi peternakan di Indonesia saat ini, menurut Muladno, di samping skala usahanya tidak ekonomis lokasinya menyebar dan 80 persen masih merupakan usaha sambilan . Kondisi ini menyebabkan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan rendah demikian pula posisi tawar peternak juga rendah .
Mengembangkan kegiatan usaha peternakan, melalui pola SPR dipandangnya sebagai upaya yang dapat menjadikan peternak mengembangkan usaha yang feasible, bankable, kuat dan berdaya saing tinggi serta berdaulat. “Karenanya di tahun depan kami berkeinginan bisa mengembangkan 500 SPR di tanah air,” ujarnya.
Selama ini SPR selalu dikaitkan dengan pengembangan sapi potong. Padahal, kata Muladno, SPR juga berlaku untuk ternak lainnya yaitu kerbau, sapi perah, kambing/domba, babi, ayam lokal, itik, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging.
Karena SPR berangkat dari filosofi pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang mensejahterakan peternak rakyat, maka pemerintah dan pihak terkait harus melakukan berbagai upaya yang memperhatikan prinsip satu manajemen, pengorganisasian (konsolidasi) pelaku serta pemberdayaan peternak dalam rangka meningkatkan populasi ternak secara terencana. “Yang tak kalah pentingnya, ke depan SPR bisa menjadi wahana belajar dan kegiatan pengabdian pada masyarakat,” tegasnya. Ira
Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Editor : Julianto