TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor --- Kebencanaan tidak mungkin bisa dihindari Indonesia yang memiliki banyak tingkatan kerawanan. Sayangnya, tanggap bencana maupun mitigasi bencana masih sangat kurang di masyarakat. Karenanya, perlu kerjasama yang kuat di masyarakat demi masa depan Indonesia.
"Indonesia menjadi negara urutan kedua dengan jumlah korban jiwa terbesar dari bencana dalam 20 tahun terakhir. Dicatat, korban jiwa seluruh dunia selama 20 tahun terakhir adalah 1,22 juta jiwa sedangkan Indonesia mencapai 248 ribu korban jiwa atau sekitar 17 persen lebih. Bahkan di tahun 2018 saja, korban bencana di Indonesia mencapai 4814 jiwa," beber Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Harmensyah yang mewakili Kepala BNPB, Jendral Doni Monardo dalam kegiatan pelantikan Pengurus Aksi Relawan Mandiri Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (ARM-HA IPB), Selasa (10/12).
Lebih lanjut, bencana yang terjadi di Indonesia sebanyak 98 persen diantaranya merupakan dampak dari penyimpangan hidrometeorologi yang terjadi dan sisanya (2 persen) merupakan dampak geologi (lempeng tektonik dan gunung berapi).
"Ini (bencana) tidak terlepas dari kegiatan pembangunan yang terjadi karena pertumbuhan manusia yang dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan ruang, namun semakin kurang dibarengi dengan kesadaran dan pelestarian lingkungan," tambah Harmensyah.
Karena itu, BNPB mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mulai sadar akan pelestarian lingkungan untuk mencegah (mitigasi) bencana yang bisa terjadi di Indonesia. "Kita (pemerintah) bersama-sama untuk tidak menjadi seperti pemadam kebakaran yang responsif saat bencana terjadi, namun lebih mengaktifkan diri dalam pencegahan (mitigasi) bencana sehingga mampu menimalkan jumlah korban jiwa terdampak," tegasnya.
BNPB juga mengharapkan kerjasama yang baik dengan civitas dan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB University) dalam mitigasi bencana tersebut. "Alumni IPB sudah tersebar seluruh Indonesia bahkan menduduki posisi penting di berbagai lapisan salah satunya pemerintahan sehingga diharapkan mampu menjadi penentu kebijakan penting, salah satunya dengan bagaimana mengembalikan fungsi ekosistem supaya tidak terjadi lagi bencana di masa yang akan datang," tuturnya.
Apalagi di masa depan, tantangan kebencanaan tidak lagi sekedar fenomena alam geologi seperti gempa bumi, tsunami dan erupsi gunung berapi. "Bencana hidrometeorologi ditambah perubahan iklim serta pengelolaan lingkungan yang tidak lestari akan menjadi ancaman bagi kehidupan bermasyarakat dan target pembangunan berkelanjutan," tuturnya.
Menanggapi tantangan tersebut, Ketua Himpunan Alumni IPB, Fathan Kamil menuturkan seluruh civitas dan alumni IPB berkomitmen untuk menyelamatkan fungsi ekosistem untuk generasi masa depan Indonesia.
"IPB dengan keahliannya diperlukan untuk turut mengambil paradigma, tidak tunggu bencana tapi masuk sebelum bencana melalui mitigasi. Keseimbangan ekosistem diperlukan dan IPB bisa masuk disitu," tuturnya.
Dirinya mencontohkan recovery dalam pengelolaan lahan gambut yang dilakukan IPB. Seperti diketahui, Kebakaran lahan gambut terjadi setiap tahun karena ada ketidakstabilan kadar air. Untuk diketahui, luas lahan gambut Indonesia 14,9 juta ha, dari jumlah tersebut, hanya 6 juta ha yang cocok untuk perkebunan dan pertanian.
Dengan pengelolaan yang salah, banyak lahan gambut yang akhirnya menjadi sumber bencana yaitu kabut asap. Karenanya, perlu ada beberapa cara membudidayakan lahan gambut, diantaranya menanam tanaman yang sesuai dengan lahan gambut, serta memperhatikan kandungan dan kadar air.
Selain itu, pemerintah diminta untuk mengevaluasi izin penggunaan lahan yang telah dikeluarkan serta melakukan gerakan upaya pememulihan lahan.
Tangguh dan Tanggap Bencana
Diakui Fathan, kesadaran masyarakat untuk mitigasi resiko bencana hingga sekarang tidak kuat, sehingga banyak jatuh korban jiwa karena bencana di Indonesia. Karena itu, dirinya mengapresiasi adanya Keluarga Tangguh Bencana (Katana) yang dipelopori oleh BNPB "Supaya setiap keluarga yang hidup di Indonesia, bersahabat dengan bencana," tuturnya.
Keluarga merupakan kelompok terkecil yang paling rentan menderita karena bencana. Oleh karena itu, mereka diharapkan untuk mampu menghindari atau mengurangi risiko bencana. Harapannya, ke depan persentase individu dan keluarga yang mampu bertahan hidup atau selamat mencapai 98 persen.
Pengetahuan kebencanaan menjadi sangat strategis sebagai salah satu tahap Katana. Selanjutnya, setiap keluarga memiliki rencana darurat keluarga yang dapat dipraktikkan.
"Himpunan Alumni memiliki badan otonom yang turut serta membangun kesadaran kemanusiaan dan kebencanaan melalui Aksi Relawan Mandiri HA IPB (ARM HA IPB). Tak hanya tanggap bencana, HA IPB menggalang kekuatan sebelum bencana tersebut terjadi (mitigasi)," tutur Fathan.
Aksi Relawan Mandiri merupakan badan otonom kemanusiaan HA-IPB University yang dibentuk sebagai amanat rapat kerja nasional kedua bulan Februari 2019. ARM bertujuan untuk turut meringankan derita korban bencana alam, bencana teknologi, darurat kesehatan, dan situasi krisis kemanusiaan lainnya di Nusantara melalui peran aktif para alumni IPB. Program yang dilakukan ARM ini menyentuh seluruh fase kebencanaan, yaitu Mitigasi, Tanggap (Respon) Bencana, Pemulihan (Recovery) dan Pembangunan Kembali (Rekonstruksi).
Hingga sekarang sudah terbentuk 6 perwakilan daerah dari ARM HA IPB yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi selatan, Jawa Barat dan Kalimantan. "Kita menggerakkan seluruh alumni IPB di perwakilan daerah tersebut, tak hanya penanggulangan akan bencana tetapi juga mitigasi bencana yang mungkin terjadi di daerah tersebut," tuturnya.