Bulog kini ditugaskan mengelola semua komoditas penting, mulai dari beras hingga Minyakita. Dengan tantangan besar ini, bisakah Bulog menjaga stabilitas harga dan memastikan pasokan pangan di seluruh Indonesia?
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Bulog kini ditugaskan mengelola semua komoditas penting, mulai dari beras hingga Minyakita. Dengan tantangan besar ini, bisakah Bulog menjaga stabilitas harga dan memastikan pasokan pangan di seluruh Indonesia?
Perum Bulog, yang saat ini merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pangan, tengah disiapkan untuk bertransformasi menjadi badan otonom yang berada langsung di bawah Presiden.
Untuk mempercepat proses peralihan ini, Presiden Prabowo Subianto telah membentuk tim khusus yang terdiri dari beberapa menteri.
"Pak Presiden sudah menginstruksikan tim untuk melaksanakan transformasi kelembagaan, dan dalam tim itu terdapat sejumlah menteri," ujar Direktur Utama Perum Bulog, Wahyu Suparyono, saat ditemui di Yogyakarta.
Tim yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat transformasi Perum Bulog menjadi badan otonom terdiri dari sejumlah menteri penting, yakni Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
"Ada menteri koordinator pangan, menteri perencanaan pembangunan, menteri pertahanan, dan tim terkait lainnya. Saat ini, susunan tim masih menunggu keputusan Presiden," ungkap Wahyu Suparyono.
Selain perubahan status menjadi badan otonom, Perum Bulog juga akan mendapatkan tugas tambahan, termasuk mengelola beras, jagung, gula, dan bertanggung jawab atas distribusi minyak goreng kemasan Minyakita.
Langkah ini diambil untuk memudahkan pengawasan distribusi Minyakita yang selama ini banyak beredar di luar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan Rp15.700 per liter.
Namun, pertanyaan yang muncul, apakah Perum Bulog mampu menjalankan semua tugas baru ini dengan efisien setelah bertransformasi menjadi badan otonom?
Eliza Mardian, pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menilai langkah pemerintah untuk melibatkan Perum Bulog dalam penyaluran Minyakita adalah langkah yang sangat tepat.
Menurutnya, distribusi minyak goreng kemasan ini seringkali sulit terkontrol meskipun sudah ada Harga Eceran Tertinggi (HET), karena sebagian besar distribusinya dikelola oleh pihak swasta.
"Masyarakat mengeluhkan harga yang seringkali melampaui HET," ujar Eliza.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peran Bulog dalam penyaluran Minyakita dapat mengurangi praktik kecurangan dan penyalahgunaan yang kerap terjadi di pasar.
Misalnya, kebijakan yang mewajibkan pembelian Minyakita disertai produk lain bisa dihindari.
"Dengan Bulog yang menyalurkan Minyakita, distribusinya bisa diawasi dengan lebih baik," imbuhnya.
Eliza juga menyarankan agar jika Bulog memang bertransformasi menjadi badan otonom, tugasnya harus diperluas untuk mengelola semua komoditas pangan strategis yang termasuk dalam kategori volatile food, seperti jagung, gula, dan minyak goreng.
Sebab, meskipun Bulog sudah menyerap beberapa komoditas ini, porsinya masih kecil dan belum maksimal.
"Dengan penugasan yang lebih luas, Bulog bisa membantu menciptakan kepastian pasar bagi petani, yang selama ini sering kali kesulitan dalam menentukan kemana mereka harus menjual hasil panennya," jelasnya.
Pembiayaan
Eliza Mardian menilai transformasi Perum Bulog sangat diperlukan, terutama untuk menghadapi potensi krisis pangan di masa depan.
Untuk itu, kelembagaan Bulog perlu diperkuat dengan reformulasi kebijakan dan strategi agar lebih efektif dalam menyediakan pangan nasional serta menjaga stabilitas harga.
Ia menyarankan agar Bulog mampu menyerap berbagai komoditas pangan penting, mulai dari beras, jagung, telur, ayam, gula, minyak goreng, cabai, hingga bawang merah.
Meski kapasitas gudang Bulog terbatas, Eliza mengusulkan agar Bulog bekerja sama dengan pihak swasta atau BUMN lain yang memiliki fasilitas gudang yang tidak terpakai.
"Penting untuk merancang kebijakan yang win-win solution dengan pendekatan kreatif dan baru yang tidak mengulang kesalahan lama," katanya.
Selain itu, Eliza juga mengusulkan reformulasi pembiayaan untuk Bulog dalam menyerap gabah petani.
Selama ini, Bulog mengandalkan pinjaman dari bank-bank negara atau daerah dengan subsidi bunga sekitar 3-4,5 persen.
Meskipun ada subsidi bunga, hal ini tetap menjadi beban biaya bagi Bulog.
"Lebih baik, pemerintah membebaskan bunga pinjaman untuk Bulog agar dapat menyerap lebih banyak hasil panen petani. Alih-alih memberikan bantuan yang rentan mark-up, anggaran bisa dialihkan untuk membeli hasil panen petani langsung," ujar Eliza.
Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mendukung penambahan tugas Bulog untuk menyalurkan Minyakita.
Menurutnya, Bulog sudah memiliki pengalaman terbatas dalam menyalurkan minyak goreng tersebut melalui outlet-outlet yang dimilikinya.
Ia juga sepakat dengan Eliza bahwa masalah utama Minyakita adalah distribusi yang tidak terkendali, yang menyebabkan harga melambung di atas HET.
"Bahkan ada dugaan Minyakita diekspor sebagai minyak jelantah dengan harga lebih mahal," tambah Khudori.