Rabu, 21 Mei 2025


Outlook Pembangunan Pertanian 2025: Mungkinkah Swasembada Beras Tercapai?

24 Des 2024, 06:22 WIBEditor : Gesha

Pemerintah menargetkan swasembada beras pada 2025 di tengah tantangan fluktuasi harga, penurunan produksi, dan ancaman iklim. Strategi besar disiapkan, tapi bisakah ambisi ini terwujud tepat waktu?

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Pemerintah menargetkan swasembada beras pada 2025 di tengah tantangan fluktuasi harga, penurunan produksi, dan ancaman iklim. Strategi besar disiapkan, tapi bisakah ambisi ini terwujud tepat waktu?

Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menggelar webinar diskusi publik bertema “Outlook Pembangunan Pertanian 2025: Mewujudkan Swasembada Beras di Tengah Permasalahan Produksi dan Harga Beras yang Fluktuatif, Mungkinkah?”.

Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, termasuk pemerintahan, akademisi, dan praktisi.

Diskusi bertujuan memberikan rekomendasi strategis untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan nasional.

Ferry Sitompul, Ketua PATAKA, menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan dalam 4–5 tahun ke depan, didukung anggaran sebesar Rp139,4 triliun.

Program strategis mencakup cetak sawah 3 juta hektare, rehabilitasi jaringan irigasi, pompanisasi, hingga pengadaan alat dan mesin pertanian.

Namun, tantangan mencakup produksi, distribusi, pasar global, dan keterjangkauan pangan, yang perlu ditangani secara komprehensif.

PATAKA kemudian memaparkan hasil survei yang menunjukkan penurunan produksi padi sebesar 14–15% pada akhir 2024 akibat kekeringan, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), dan konversi lahan.

Harga gabah petani fluktuatif, dengan margin keuntungan yang tidak merata di seluruh rantai pasok.

Selain itu, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dinilai belum optimal dalam mengendalikan harga beras, terutama untuk beras medium yang sudah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).

Fakta serupa juga diungkapkan Dr. I Gusti Ketut Astawa, Deputi Badan Pangan Nasional, yang menekankan bahwa stok pangan nasional saat ini masih terbatas.

Ia memaparkan desain tata kelola cadangan pangan pemerintah yang berorientasi pada stabilisasi harga, pengendalian inflasi, dan peningkatan kesejahteraan petani.

"Neraca pangan saat ini surplus, tetapi tetap diperlukan intervensi kebijakan yang efektif untuk menjaga stabilitas pasokan," ujarnya.

Namun optimisme terlihat di sisi hulu, Dr. Happy Suryati dari Kementerian Pertanian memaparkan program jangka panjang seperti cetak sawah, pembangunan bendungan, dan transformasi pertanian tradisional menjadi modern.

Ia menekankan perlunya penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi, dan revitalisasi irigasi untuk meningkatkan produktivitas padi.

Sementara itu, Epi Sulandari, Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan Perum Bulog menjelaskan transformasi kelembagaan BULOG dalam mendukung pengelolaan cadangan pangan.

BULOG kini membentuk ekosistem pangan terintegrasi dengan cakupan distribusi hingga ke pelosok Indonesia.

Rekomendasi Kebijakan

Khudori, pengamat pangamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, menyoroti perlunya peningkatan adopsi benih bersertifikat, perlindungan lahan pertanian, serta revitalisasi infrastruktur irigasi.

Ia juga mengingatkan bahwa target swasembada pangan memerlukan penguatan ekosistem industri perbenihan dan tata kelola rantai pasok yang lebih efisien.

Berdasarkan diskusi, PATAKA merekomendasikan beberapa langkah, termasuk:

1. Pengendalian hama dan dampak perubahan iklim melalui teknologi konservasi air dan irigasi.

2. Evaluasi kebijakan Harga Pokok Penjualan (HPP) dan HET untuk menjaga keseimbangan harga beras di tingkat petani dan konsumen.

3. Optimalisasi peran BULOG dalam penyerapan gabah, revitalisasi penggilingan, serta penguatan kelembagaan petani.

Reporter : Nattasya
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018