Rabu, 11 Desember 2024


Resensi Buku Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim

01 Okt 2024, 20:09 WIBEditor : Herman

Resensi Buku Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim | Sumber Foto:KemenkopUKM

Oleh : Gesha Yuliani Nattasya

Jurnalis TABLOID Sinar Tani

Identitas Buku

  • Judul: Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim
  • Penulis: Tim Penulis Buku Kompas: Musa Sandjaya, Arieful Hakim, Syamsudin Walad
  • Penerbit: Kementerian Koperasi dan UKM RI. Jl. H. R. Rasuna Said No. 3-4 6,Kota Jakarta Selatan 12940.
  • Tahun Terbit: Tidak disebutkan

Pembukaan Resensi (lead)

Indonesia, sebuah negara maritim yang kaya akan sumber daya laut, menyimpan paradoks yang mengejutkan: di tengah harta karun yang melimpah, banyak nelayan masih terjebak dalam kemiskinan.

Isi Resensi

Buku Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim ini mengupas ironi besar yang dialami oleh para nelayan Indonesia, yang meski hidup di tengah limpahan kekayaan laut, justru menjadi salah satu kelompok masyarakat termiskin.

Buku ini memperlihatkan bagaimana sub-sektor perikanan memegang peran penting dalam ekonomi nasional.

Berangkat dari fakta bahwa Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan luas laut yang mencapai 70 persen dari total wilayah, memiliki potensi kelautan yang luar biasa.

Data dari FAO menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar ikan tangkap di dunia, terutama tuna.

Dengan semua potensi tersebut, mengapa nelayan masih menjadi “orang paling miskin di tengah lautan harta”?

Banyak nelayan yang tetap hidup di bawah garis kemiskinan, terseok-seok di tengah tumpukan masalah seperti sulitnya akses bahan bakar subsidi, teknologi yang terbatas, hingga perubahan cuaca yang ekstrem.

Kunci dari paradoks ini, menurut buku ini, terletak pada banyaknya hambatan yang dihadapi oleh nelayan dalam mengakses sumber daya laut secara optimal.

Mulai dari kebijakan yang kurang tepat sasaran, ketergantungan pada teknologi tradisional, hingga minimnya pendidikan dan pelatihan keterampilan. Semua faktor ini mendorong nelayan tetap dalam lingkaran kemiskinan.

Terdapat kutipan penting dari Presiden RI Joko Widodo saat mengunjungi Kampung Nelayan Tanjung Pasir mengatakan, “Ada keluhan mengenai solar bersubsidi yang kadang-kadang tidak mereka dapatkan. Tadi langsung saya minta kementerian untuk menyelesaikan keluhan para nelayan.” Ini mencerminkan perhatian pemerintah terhadap isu-isu yang dihadapi nelayan, meskipun implementasinya masih menjadi tantangan.

Melalui kisah-kisah dari berbagai kampung nelayan di seluruh Nusantara, buku ini menghadirkan perspektif yang sangat lokal namun relevan secara nasional.

Di satu sisi, ada kampung nelayan seperti Cilincing, Jakarta, yang penduduknya harus berjuang untuk bertahan hidup dengan memungut besi bekas.

Sementara di sisi lain, ada desa-desa seperti Bendar, Pati, yang nelayannya hidup makmur dengan rumah bertingkat dan mobil di halaman.

Setiap kampung punya ceritanya masing-masing, dan banyak yang berhasil bangkit dengan mandiri, walaupun tantangan tak pernah surut.

Buku ini juga menyoroti kebijakan pemerintah, seperti program Sekaya Maritim yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan di kampung-kampung nelayan seperti Pusong Baru dan Pusong Lama di Aceh, yang memiliki potensi laut besar tetapi sering terabaikan.

Ada pula cerita tentang desa-desa nelayan yang kini menjadi destinasi wisata, seperti Labuan Bajo, di mana perubahan ini memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat setempat.

Melalui berbagai studi kasus, buku ini menyuguhkan solusi yang bisa menjadi panduan bagi pemerintah dan masyarakat luas dalam memperbaiki kesejahteraan nelayan.

Salah satunya adalah perlunya pemerataan akses terhadap teknologi perikanan yang lebih maju, peningkatan pelatihan nelayan, serta penguatan peran pemerintah dalam menjamin ketersediaan bahan bakar subsidi yang adil dan merata.

Buku ini juga menekankan pentingnya revitalisasi kampung-kampung nelayan dan penguatan sektor pariwisata berbasis kelautan yang bisa menjadi sumber pendapatan alternatif.

Keunggulan Buku:

Buku ini memadukan analisis mendalam dengan narasi yang kaya. Penulis tidak hanya menghadirkan data statistik tentang kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional, tetapi juga menyajikan kisah-kisah nyata dari nelayan yang berjuang setiap hari di tengah lautan.

Dengan gaya bahasa yang mengalir dan mudah dipahami, pembaca dibawa seolah-olah berada di tengah-tengah kampung nelayan, merasakan angin laut yang segar dan mendengarkan keluhan mereka tentang solar bersubsidi yang kadang tak mereka dapatkan.

Melalui pendekatan yang detail, buku ini berhasil menghadirkan gambaran kehidupan nelayan Indonesia yang penuh tantangan.

Kisah-kisah nyata dari kampung nelayan di seluruh Indonesia memberikan warna tersendiri dan memperkaya perspektif kita tentang kehidupan maritim.

Namun, di balik semua data dan analisis yang ditampilkan, buku ini juga memberikan pesan yang jelas bahwa perubahan bisa terjadi jika ada intervensi yang tepat. Dengan perbaikan kebijakan, peningkatan teknologi, serta pendidikan yang memadai, nelayan Indonesia bisa keluar dari jerat kemiskinan.

Satu hal yang menarik dari buku ini adalah optimisme yang terselip di antara lembar-lembar cerita, bahwa masa depan yang lebih baik masih mungkin tercapai bagi para nelayan Indonesia.

Bagi siapa pun yang tertarik dengan isu kemaritiman, ekonomi perikanan, atau sekadar ingin memahami lebih dalam tentang kondisi nelayan di Indonesia, buku ini adalah bacaan yang informatif dan inspiratif.

Kekurangan Buku:

Buku ini kurang menyajikan solusi konkret yang bisa diimplementasikan secara langsung oleh nelayan

Buku ini terkadang menghadirkan perspektif yang terlalu optimis, tanpa menyertakan sudut pandang dari berbagai pihak, termasuk nelayan yang mungkin memiliki pengalaman kurang menyenangkan terhadap program pemerintah.

Selain itu, beberapa bagian dalam buku ini terasa repetitif, yang bisa mengurangi kekuatan narasi dan membuat pembaca merasa bosan.

Penutup

Dalam konteks negara maritim seperti Indonesia, paradoks kehidupan nelayan yang miskin di tengah kekayaan sumber daya laut menjadi ironi yang mendalam.

Seperti yang terungkap dalam berbagai kampung nelayan, dari Cilincing yang berjuang melawan kemiskinan hingga Desa Bendar yang sukses, setiap cerita menggarisbawahi tantangan dan potensi yang ada.

Sumber daya alam yang melimpah seharusnya menjadi jembatan menuju kesejahteraan, tetapi sering kali terhambat oleh faktor-faktor seperti akses terhadap bantuan, infrastruktur yang minim, dan ketidakpastian cuaca yang kerap merugikan.

Pemerintah, dalam hal ini, memiliki peran vital untuk memberikan solusi konkret terhadap keluhan para nelayan, seperti masalah solar bersubsidi yang sering kali tidak tersedia.

Upaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana di kampung-kampung nelayan, seperti dalam program Sekaya Maritim, menjadi langkah penting dalam mengangkat derajat kehidupan mereka.

Dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi yang ada, serta memberdayakan masyarakat nelayan, kita bisa berharap bahwa Indonesia, sebagai negara maritim, tidak hanya dikenal karena kekayaan lautnya tetapi juga karena kesejahteraan warganya yang menggantungkan hidup di atasnya.

Mari kita wujudkan perubahan ini agar nelayan Indonesia bisa meraih rezeki yang layak di tengah harta lautan yang mereka jaga.

 

 

 

 

 

 

Reporter : Gesha Yuliani Nattasya
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018