Minggu, 18 Mei 2025


Di Tangan Mahasiswa Polbangtan, Sampah Dapur Lebih Bernilai Ekonomi

08 Mei 2025, 15:25 WIBEditor : Yulianto

Ilham Catur, mahasiswa Polbangtan YOMA ajak KWT kelola sampah

TABLOIDSINARTANI.COM, Jepara---Bagi masyarakat sampah rumah tangga adalah limbah yang harus dibuang. Tapi bagi mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan YOMA) Kementerian Pertanian, sampah rumah tangga justru bisa mempunyai nilai ekonomi.

Dengan gerakan mengompos, Ilham Catur Darmawan, mahasiswa Semester 8 Program Studi Agribisnis Hortikultura Polbangtan YOMA, sampah dapur berhasil diolah menjadi pupuk bernilai ekonomi yang cukup tinggi. 

Ketertarikan Catur pada budidaya pekarangan rumah mendorong dirinya mulai mempelajari pemanfaatan limbah menjadi pupuk kompos/pupuk cair. “Dari situ muncul keinginan saya untuk lebih lanjut lebih peduli pada lingkungan, mulai dari menyisihkan sampah organik sampai membuat lingkungan yang tidak hanya bersih tapi juga enak dilihat (estetik),” tuturnya.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Catur pun mengajak ibu-ibu rumah tangga yang bergabung di KWT Den Ayu Putri, Desa Bakalan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupatan Jepara. Dirinya kemudian mengedukasi untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos. 

“Gerakan pengolahan limbah organik menjadi kompos ini bertujuan untuk mengelola sampah organik yang sebelumnya hanya sekedar tertimbun di suatu lokasi. Yang bisa berpotensi membahayakan lingkungan sekitar,” papar Catur yang menggandeng Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) untuk mendanai gerakan mengompos ini.

Dalam mengelola sampah dapur, Catur menggunakan metode pengolahan anaerob. Untuk medianya ia mencoba beberapa bahan. Dari mulai menggunakan bak dari harbel, ember tumpuk, compostbag, raised bed, biopori di planterbag, atau sekedar ditimbun di suatu tempat.

Catur berharap, pengelolaan sampah organik menjadi kompos bisa dikembangkan masyarakat dalam skala besar, sehingga memiliki nilai tambah ekonomi. Apalagi anggota Jepara Green Generation ini melihat kebutuhan pupuk kompos memiliki permintaan pasar yang cukup besar.

”Melalui pengolahan dengan skala yang lebih besar, pengelolaan sampah rumah tangga menjadi kompos akan bisa dikomersialkan,” katanya.

Penyuluh Pertanian BPP Kalinyamatan, Dewi Triana Novarani merespon baik gerakan ini. Sebenarnya menurut Dewi, permasalahan sampah dapur bisa diminimalisir dari rumah masing-masing, terutama ibu-ibu yang suka memasak. ”Tentunya limbahnya itu bisa dikelola dengan baik,” ujarnya.

Menurutnya, pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos merupakan salah satu upaya untuk menghemat pengeluaran dalam budidaya tanaman. Terlebih lagi bagi, ibu-ibu anggota KWT yang suka menanam di pekarangan, tentunya membutuhkan pupuk untuk tanamannya.

Inovasi yang dilakukan Catur ini sesuai ajakan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman agar mahasiswa Polbangtan/PEPI untuk menjadi penggerak utama inovasi dan pencipta lapangan kerja di sektor pertanian modern. 

“Mahasiswa berperan penting sebagai ujung tombak masa depan bangsa, dengan kemampuan menciptakan teknologi baru yang dapat menjadi acuan bagi pertanian global,” ucapnya. Karena itu, Ia mendorong mahasiswa untuk menghasilkan inovasi yang tidak hanya mendukung swasembada pangan nasional tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti menekankan pentingnya kesiapan SDM dalam menggerakkan sistem pertanian modern. “SDM pertanian adalah kunci. Kami terus mendorong pelatihan teknologi tepat guna, pelibatan petani milenial, dan penguatan kelembagaan,” ujarnya.

Reporter : Osi W
Sumber : Polbangtan Yogyakarta-Megelang
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018