TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Polemik soal pupuk subsidi tak pernah surut. Dari mulai nilai subsidi hingga distribusinya ke petani kerap menimbulkan pro dan kontra. Sebagai salah satu sarana produksi pertanian yang utama, seberapa besar pengaruh pupuk subsidi dengan produksi pangan?
Bagi petani Indonesia, keberadaan pupuk subsidi sudah menjadi bagian kehidupan. Ibaratnya petani sudah sangat tergantung dengan pupuk subsidi. Karena itu, ketika pemerintah mengurangi alokasi pupuk subsidi dengan menurunnya anggaran, banyak petani ‘berteriak’ kekurangan pupuk.
Seperti terjadi awal tahun 2024, berkurangnya alokasi pupuk subsidi membuat petani pada musim tanam pertama hanya mendapatkan 50 persen dari yang terdapat di e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
Data Kementerian Pertanian sejak tahun 2021, alokasi pupuk subsidi terus menurun. Misalnya, tahun 2021 masih sebanyak 8,78 juta ton, kemudian tahun 2022 menjadi 7,78 juta ton, 2023 tinggal 6,13 juta ton dan tahun 2024 hanya 4,37 juta ton.
Berkurangnya alokasi pupuk subsidi tersebut disinyalir menyebabkan luas areal pertanaman menurun. Paling nyata terjadi pada periode musim tahun 2023-2024. Jika selama periode 2015-2019, luas tanam mencapai 9,08 juta hektar (ha), maka periode musim tanam 2023-2024 hanya 6,03 juta ha atau merosot 33,13 persen. Imbasnya produksi padi pada tahun 2023 lalu hanya mencapai 31,1 juta ton setara beras.
Seperti dialami petani di Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, yang mengeluhkan pupuk bersubsidi tidak sampai tepat waktu, sehingga hasil panen gabah mereka mengalami penurunan yang signifikan. Ketua Gapoktan Srimukti, Hasan Pudoli, di Desa Panyingkiran mengakui, keterlambatan distribusian pupuk subsidi sangat berdampak bagi petani, karena semua anggota Gapoktan Srimurti mengandalkan pupuk subsidi.
"Hal ini menyebabkan petani kesulitan dalam memberi pupuk tepat waktu, yang berujung pada penurunan hasil panen," ungkap Hasan. Bahkan menurutnya, produksi gabah saat ini hanya mencapai 3 ton/ha, terutama karena keterlambatan pendistribusian pupuk yang disertai dengan serangan hama yang merusak tanaman padi petani.
Kepala UPTD Pertanian, Kecamatan Jayakerta, Karawang, Trisna Gunawan juga mengakui petani pada musim tanam tahun ini hanya mendapatkan alokasi 290 kg/ha untuk dua musim. Artinya, satu musim, petani hanya mendapatkan alokasi 145 kg/ha. Padahal kebiasaan petani menggunakan pupuk subsidi sebanyak 250 kg/ha.
“Petani bisa saja mengambil alokasi pupuk subsidi untuk musim mendatang, tapi pada musim selanjutnya alokasi pupuk subsidi akan berkurang, kecuali sudah ada kebijakan pemerintah untuk menambah alokasi pupuk subsidi,” ujarnya kepada Tabloid Sinar Tani, beberapa waktu lalu.
Keluhan kurangnya alokasi pupuk subsidi di lapangan kemudian ditanggapi pemerintah dengan menerbitkan Surat Menteri Keuangan No S-297/MK.02.2024 tanggal 26 Maret 2024. Pemerintah menyiapkan anggaran untuk pupuk subsidi sebanyak Rp 54 triliun. Hitungannya volume pupuk subsidi tahun ini akan sebanyak 9,55 juta ton, termasuk untuk pupuk organik. Jumlah itu naik dua kali lipat dari sebelumnya yang sebesar 4,7 juta ton.
Menindaklanjuti Surat Menteri Keuangan tersebut, Menteri pertanian menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No. 249 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 01 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permentan No. 10 Tahun 2022. Alokasi subsidi ditujukan untuk tiga jenis pupuk yakni, Urea, NPK, dan Organik.
Volume pupuk Urea ditetapkan sebanyak 4.634.626 ton, pupuk NPK sebesar 4.415.374 ton, termasuk pupuk NPK Formula Khusus, dan pupuk Organik sebesar 500.000 ton.
Bagaimana pengaruh produksi pangan terhadap penggunaan pupuk? Baca halaman selanjutnya.