TABLOIDSINARTANI.COM, Nunukan---Kabupaten Nunukan menjadi salah satu sentra produksi rumput laut. Bahkan produk rumput lautnya sudah ada yang menembus pasar ekspor yakni Korea. Ada keunikan budidaya rumput laut di wilayah yang berada di ujung Utara Indonesia ini.
Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Nunukan, Dian Kusumanto mengatakan, rumput laut Nunukan ada yang berasal dari hasil budidaya, ada juga dari hasil memukat. Keduanya memiliki karakteristik tersendiri.
Selama ini pemasaran rumput laut Nunukan dengan tujuan Parepare, selanjutnya ke Makassar, Surabaya, dan Jakarta. Selain memiliki pabrik pengolahan, daerah tujuan tersebut juga memiliki eksportir yang siap mengirim ke berbagai negara.
Namun Dian melihat selama ini banyak rumput laut yang terserang penyakit semacam ice-ice. Ice-ice adalah bakteri yang menyerang pada kondisi-kondisi tertentu, biasanya pada saat air laut panas sekali.
Di Nunukan menurut Dian unik. Ada dua kondisi yang menyebabkan perairan kurang bagus untuk rumput laut. Pertama, saat cuaca panas sekali yang menyebabkan suhu permukaan air laut panas, sehingga rumput laut harus di turunkan lagi ke bawah. “Pada kondisi seperti itu biasanya kadar garam terlalu tinggi, kehadiran gulma juga banyak seperti lumut dan bakteri ice-ice itu,” katanya.
Kedua, ungkap Dian, kondisi ekstrim saat cuaca dingin banyak hujan. Saat curah hujan tinggi daerah muara merupakan tempat keluarnya air sungai yang berasal dari daratan. Posisi budidaya rumput laut di Nunukan berada di muara sungai, seperti Sungai Sembakung dan Sungai Sebuku. “Pada kondisi ini biasanya banyak rumput laut yang kurang bagus, karena banyak tiramnya,” ujarnya.
Sebaliknya, rumput laut yang berada jauh dari muara sungai biasanya kualitasnya bagus. Saat di daerah sisi barat dan utara Nunukan kurang bagus, biasanya dari timur dan selatan seperti Mamolok dan Sebatik kualitas hasil rumput laut agak bagus. “Hal inilah yang membuat rumput laut asal Nunukan masih bisa bertahan dan stabil sampai saat ini,” kata Dian.
Dian mengungkapkan, memasuki tahun 2021 volume penjualan rumput laut rata-rata mencapai 3.000 ton/bulan. Jumlah ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan tahun 2019 dan 2020 yang rata-rata 2.100 ton/bulan.
Dian mengungkapkan, dalam beberapa bulan terakhir ada kenaikan harga rumput laut kering. Jika awal tahun 2021 hanya berkisar Rp 11.000/kg, lalu pada Maret, April dan Mei sampai Hari Raya Idul Fitri terus bergerak naik dan kini mencapai Rp 14.000/kg.
“Kalau pengamatan saya harga Rp 10.000/kg itu keuntungan bagi petani sangat tipis. Jangan sampai harga di bawah itu syukur-syukur bisa naik seperti sekerang ini,” ungkapnya.