TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor --- Seminggu terakhir, inovasi teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) yang meramu eukaliptus (Eucalyptus sp) menjadi aneka produk minyak oles maupun serbuk, banjir peminat. Pihak swasta dari PT Eagle Indo Pharma yang memproduksi brand Cap Lang pun tertarik melakukan komersialisasi produk inovasi Balitbangtan tersebut.
"Pada saat soft launching inovasi teknologi Balitbangtan kemarin itu, peminatnya langsung membludak. Dan mendesak minta langsung dikomersialkan. Sehingga langkah lisensi yang dilakukan antara Balitbangtan dengan PT Eagle Indo Pharma ini mendorong langkah lebih awal dan bisa tersedia lebih cepat ke masyarakat," beber Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Ir. Fadjry Djufry M,Si saat Penandatangan Perjanjian Lisensi Inovasi Antivirus Berbasis Eucalyptus antara Balitbangtan dengan PT Eagle Indo Pharma, Senin (18/5).
Seperti diketahui, dalam masa Pandemi COVID 19, Balitbangtan berhasil melahirkan invensi yang siap dikembangkan menjadi inovasi unggul yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum.
Berdasarkan hasil pengujian Balitbangtan terhadap berbagai tumbuhan yang berpotensi sebagai antivirus korona, disimpulkan bahwa yang paling efektif ditemukan adalah pada tanaman eucalyptus yang memiliki kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eucalyptol).
Beberapa prototype teknologi berbasis minyak eucalyptus sebagai antivirus yang dihasilkan atas kolaborasi beberapa unit kerja dibawah Balitbangtan yakni, Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet), Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah terdaftar paten, antara lain, Formula Aromatik Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus (nomor pendaftaran paten P00202003578), Ramuan Inhaler Antivirus Berbasis Eucalyptus dan Proses Pembuatannya (nomor pendaftaran paten P00202003574), Ramuan Serbuk Nanoenkapsulat Antivirus Berbasis Eucalyptus (nomor pendaftaran paten P00202003580), hingga Minyak atsiri eucalyptus citridora sebagai antivirus terhadap virus avian influenza subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus.
"Kami sangat optimis dengan eukaliptus ini dan pemanfaatannya belum ada secara komersial untuk pencegahan bahkan antivirus seperti yang kami buat. Sebelumnya di Inggris, tetapi kaitaannya dengan herpes. Pemanfaatan daun eukaliptus ini sudah dikenal lama namun yang mengklaim sebagai antivirus belum ada," bebernya.
Komersialisasi dengan menggandeng PT Eagle Indo Farma merupakan langkah jitu sebab PT Eagle Indo Pharma merupakan perusahaan swasta nasional yang dikenal dengan merk dagang CAP LANG memiliki produk-produk berkualitas yang ada dipasaran. "Ketertarikan PT Eagle Indo Pharma akan produk eukaliptus sudah dimulai jauh sebelum pandemi COVID 19. Tepatnya di tahun 2002 saat SARS merebak, PT Eagle Indo Pharma mengembangkan produk desinfektan spray ekstrak eukaliptus. Karenanya, PT Eagle Indo Farma dan PT Borden Eagle Indonesia akan memproduksi dan mendistribusikan produk ini supaya menjadi produk unggulan Indonesia untuk disebarluaskan ke seluruh dunia," tutur Chief Executive Officer PT Eagle Indo Pharma, Susanti Halim.
Dalam perjanjian lisensi ekslusif ini, PT Eagle Indo Pharma berkewajiban memproduksi teknologi dengan supervisi dari Balitbangtan. Kompensasi dari kegiatan komersialisasi tersebut, Balitbangtan nantinya mendapatkan imbalan royalti atas penjualan produk/teknologi yang dikembangkan.
"Launching produknya ke masyarakat akan dilakukan setelah registrasi ijin edarnya keluar. Selain dengan Balitbangtan, kita juga kolaborasi dengan institusi lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," tambah Susanti ketika ditanya kapan produk komersial ini akan diluncurkan tanpa merinci kebutuhan masyarakat.
Selain eukaliptus, PT Eagle Indo Pharma sendiri sudah mempunyai lini produksi minyak kayu putih (Cajuput oil) yang memang menjadi bagian terbesar dari pemasaran produk CAP LANG. "Kita kolaborasikan juga dengan minyak aromaterapi lainnya seperti lavender," tuturnya.
Uji Efektivitas
Sembari menunggu ijin edar terbit, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry menuturkan pihaknya melakukan berbagai uji efektivitas secara bertahap. "Sambil melengkapi data dukung untuk menjadi obat herbal terstandar bisa sembari jalan, yang penting bisa tersedia di masyarakat dahulu," tuturnya.
Diakui Fadjry Djufry penggunaan minyak atsiri seperti minyak kayu putih bahkan minyak daun eukaliptus, sudah banyak digunakan secara turun temurun di masyarakat. Namun, ditilik dari uji klinis hingga menjadi sebuah produk yang diklaim menjadi antivirus, belum ada. "Kita sekarang tengah lakukan uji klinis ke pasien COVID 19 yang memiliki gejala ringan. Sehingga kita bisa berkontribusi dalam menekan penyebaran COVID 19," tambahnya.
Memang, selama COVID 19 semakin banyak diperlukan berbagai produk kearifan lokal untuk pencegahan sehingga bisa memutus mata rantai penyebarannya."Mudah-mudahan satu bulan ini bisa clear semua registrasinya dan pengujian klinisnya COVID 19 dari pasien gejala ringan, maka sudah bisa diproduksi komersial," harapnya.