Rabu, 21 Mei 2025


Mentan Ingatkan Daerah Antisipasi La Nina

12 Nov 2021, 16:40 WIBEditor : Yulianto

Mentan SYL saat di Balai Penelitian Lingkungan Pati

TABALOIDSINARTANI.COM, Jakarta--Musim hujan mulai mengguyur berbagai sentra produksi pangan di Indonesia. Kondisi tersebut perlu diwaspadai petani, terutama banjir dan serangan hama dan penyakit yang menerpa lahan pertanian. Beberapa wilayah Indonesia mulai merasakan dampak La Nina.

Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kejadian La Nina terus berkembang dengan intensitas lemah–sedang hingga Februari 2022. Jumlah hari hujan di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada periode Agustus 2021 hingga Maret 2022 dengan peningkatan jumlah hari hujan di atas 40 persen.

Data Kementerian Pertanian pada Oktober banjir yang melanda tanaman padi seluas 3.900 ha dan puso 641 ha dan Nopember sekitar 7.000 ha dan puso 310 ha. Daerah yang terluas banjirnya di Aceh di 6 kabupaten, Sumatera Utara 8 kabupaten, Riau 1 kabupaten, Kalimantan Barat 7 kabupaten dan Pulau Jawa  beberapa daerah juga sudah terjadi banjir.

“Saat ini kita merasa khawatir dengan planet bumi yang lagi rusak, tanda-tanda rusak di depan mata dan sudah terjadi. Terjadinya climate change, bentuknya anomali iklim, terjadi cuaca ekstrim yang sulit diprediksi. Bumi kita sedang masalah,” kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat webinar Mapping Daerah Rawan Banjir dan Kesiapan Brigade La Nina di Jakarta, Jumat (12/11).

Dengan kondisi saat ini SYL mengakui, semakin sulit memprediksi, karena semua sudah tidak kontinu, tidak linear dan semuanya sesuai kemauan alam. Kondisi ini bukan hanya dialami Indonesia, tapi juga dunia. “Tanda-tandanya bisa kita lihat, hujan lebat sekali, volume besar air hingga permukaan air laut naik dan terjadi rob. Bahkan ada yang memperkirakan air laut masuk hingga 80 km dari bibir pantai,” tuturnya.

Menurutnya, climate change bukan hanya peringatan FAO dan BMKG, tapi peringatan untuk semua. Untuk itu SYL mengajak, semua pihak bergerak bersama, karena kita akan menghadapi masalah air. “Dari pengalaman biasanya setelah banyak hujan (La Nina), maka pada musim mendatang akan terjadi kemarau panjang,” tegasnya.

Karena itu SYL mengingatkan kepada Kepala Daerah, Gubernur dan Bupati untuk memperhatian kondisi yang terjadi, karena karena terkait nasib rakyat. Karena kondisinya akan tidak sama dengan tahun lalu. “Saya berharap Dinas Pertanian konsentrasi dan mengkondisikan untuk meningkatkan produktivitas dan panen tidak bermasalah,” katanya.

Untuk itu SYL menghimbau agar pemerintah daerah mengoleksi  air jangan jangan terbuang sampai ke laut. Misalnya membangun embung dan tampungan air lainnya. Banyak lagi yang bisa kita lakukan. Saat ini kita bekerja untuk mempersiapkan makan rakyat 270 juta orang,” tegasnya.

Kepada Dinas Pertanian, SYL meminta agar menyiapkan langkah antisipasi dan Brigade La Nina. Misalnya, untuk mencegah banjir, perlu merehabilitasi saluran irigasi. Namun jangan menunggu anggaran APBN. “Jangan tunggu APBN, apalagi dalam kondisi darurat,” katanya.

Langkah Strategis

SYL mengakui, sektor pertanian masih bisa tumbuh 5,4 persen di tengah terpaan covid-19 dalam dua tahun ini dan ekspor tahun 2012 juga tumbuh 46 persen. Meski tumbuh positif, namun SYL tak menjamin sektor pertanian akan tumbuh terus.

“Belum tentu, karena climate change menjadi tantangan, cuaca ekstrim menjadi masalah. Kalau begitu membutuhkan langkah cepat dari kita semua. Beruntung Indonesia termasuk 11 negara yang survive mengatasi Covid-19,” katanya.

SYL mengatakan, perlu langkah cepat agar pertanian bisa tetap tumbuh. Pertama, menyiapkan embung-embung untuk menampung kelebihan air hujan dan memikirkan alternatif mengembangkan irigasi tetes untuk menghadapi musim kemarau. “Perbanyak embung untuk menampung air. Masing-masing daerah mempunyai cara sendiri,” ujarnya.

Kedua, lanjut SYL, ciptakan varietas yang toleran kekeringan dan genangan, karena puncak La Nina nanti akan terjadi pada Februari-Maret. Karena itu mapping wilayah harus segera dilakukan. “Sekarang banjir sudah terjadi di beberapa daerah, longsor juga. Lebih baik kita was-was mengantisipasi yang akan terjadi,” tegasnya.  

SYL mengingatkan, kondisi cuaca di negara lain saat ini bisa mempengaruhi Indonesia. Misalnya, kejadian kemarau di satu wilayah Indonesia, tapi di wilayah lainnya justru hujan dan banjir. “Langkah ketiga yang perlu dipersiapkan adalah mengembangan pertanian organik. Bahan organik dapat mengingat hara di tanah dan meningkatkan kesuburan,” tuturnya.

Keempat, diversifikasi pangan. Sebab sumber karbohidrat tidak hanya padi, tapi ada sagu, jagung, ketela pohon, pisang dan pangan lokal lainnya. Dengan demikian, jika ada masalah dengan produk padi, maka ada sumber karbohidrat lainnya. “Jadi kenyang itu tidak hanya padi (beras),” katanya.  

Kelima menurut SYL adalah mengembangkan integrasi tanaman dan ternak, bahkan perkebunan dan hortikultura. Dengan demikian, pendapatan petani yang selama ini hanya padi atau jagung, bisa bertambah dengan adanya ternak.

Keenam, SYL meminta pemerintah daerah untuk mengoptimalkan lahan kritis dengan budidaya tanaman umbi-umbian. Ketujuh, memanfaatkan lahan pekarangan untuk mencukup kebutuhan pangan keluarga. “Kami juga mendorong pemanfaatan KUR. Saat ini kami Rp 55 triliun, yang macet hanya 0,03 persen. Tahun ini dapat Rp 70 triliun dan terpakai Rp 74 triliun. Kami sudah minta tambahan ke Presiden Rp 10 triliun,” katanya.

Reporter : Julian
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018