Padi hibrida yang telah dilepas Balitbang Pertanian
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Demo penanaman padi hibrida di Subang yang melibatkan Kementerian Pertanian, BUMN Pangan dan Perusahaan Benih menandai kembalinya keseriusan untuk mengembangkan jenis padi yang dianggap salah satu solusi untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani. Tabloid Sinar Tani memandang hal ini sangat strategis dan akan berusaha terus mengikuti perkembangannya.
Upaya mempromosikan padi hibrida ini bukan hal baru. Sejak lebih dari 20 tahun yang lalu upaya pengembangan padi hibrida sudah dicanangkan dan bahkan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Subang sudah berhasil memproduksi benih padi hibrida. Namun berbeda dengan adopsi benih unggul PB-5 dan PB-7 pada tahun 1970-an yang begitu cepat, luas pertanaman padi hibrida sampai saat ini masih sekitar 1 persen saja. Jauh tertinggal dibandingkan dengan di Cina, Vietnam dan Thailand yang sudah mencapai 10-50 persen.
Keunggulan utama padi hibrida tentu saja produktivitasnya, yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani, dan produksi padi nasional. Walaupun potensi produktivitas varietas padi hibrida bisa mencapai 10,3 ton/hektare, tetapi di lapangan masih jauh dari angka itu.
Selain itu, produksi benih padi hibrida per hektare di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 1,5 ton/hektare. Hal inilah yang mengakibatkan harga benih padi hibrida menjadi mahal, mencapai Rp 100 ribu/kg, jauh lebih tinggi dibanding harga benih padi inbrida yang Rp 10 ribu/kg. Selain itu, menurut petani, produk padi hibrida dihargai lebih rendah dengan alasan berasnya mudah patah. Ini salah satu alasan mengapa petani enggan menanamnya.
Melihat kondisi seperti ini, kinerja penelitian dan industri benih dituntut terus meningkat untuk menghasilkan kualitas benih dan pola budidaya yang lebih baik, serta paket teknologi unggul yang mampu mendongkrak produksi untuk ketahanan pangan maupun kesejahteraan petani.
Masih rendahnya adopsi padi hibrida sejatinya tidak lantas menjadi alasan melambatnya upaya pengembangan padi hibrida, tetapi harus menumbuhkan semangat untuk menghasilkan kualitas benih maupun pola budidayanya yang lebih baik lagi. Penelitian tidak akan berhenti karena perubahan akan terus terjadi sehingga teknologi harus terus berkembang.
Tidak kurang pentingnya adalah pengawasan yang ketat terhadap kualitas, standardisasi dan sertifikasi benih padi hibrida, yang pasti sangat rawan pemalsuan karena harganya yang tinggi.
Kurva produksi benih konvensional sudah melandai, kita memerlukan lompatan ke kurva produksi baru melalui bio teknologi, tidak hanya lewat padi hibrida tapi loncatan teknologi lainnya yang lebih jauh. Kita tahu GMO (Genetically Modified Organism) sudah mendapat lampu hijau untuk dikembangkan di Indonesia, jadi perangkat pengaman dan pendukungnya harus menjadi paket kebijakan yang lahir menyertainya.