Pemberian anugerah Bapak Peternak Sapi Perah Rakyat dan Koperasi Susu kepada (Alm) Letnan Jenderal TNI (Purn) Bustanil Arifin, S.H
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Dewan Persusuan Nasional (DPN) mempersembahkan anugerah Bapak Peternak Sapi Perah Rakyat dan Koperasi Susu kepada (Alm) Letnan Jenderal TNI (Purn) Bustanil Arifin, S.H. Anugerah ini diberikan atas jasa mantan Menteri Muda Urusan Koperasi/Kabulog era Presiden Soeharto yang mengangkat nasib peternak sapi perah dan koperasi susu.
Anugerah tersebut diberikan tepat pada tanggal lahir Bustanil pada 10 Oktober 2024 Bustanil Arifin lahir di Padang Panjang pada 10 Oktober 1925. Seorang militer yang juga politisi ini meninggal pada 13 Februari 2011 di Los Angeles, AS.
“Mungkin timbul pertanyaan dari sementara pihak apakah gelar tersebut layak untuk dipersembahkan kepada Letjen TNI ( Purn) Bustanil Arifin? Dewan Persusuan Nasional dari berbagai sumber mencermati perjalanan peternakan sapi perah rakyat dan Koperasi Susu yang ada di tanah air sejak jaman Belanda,” tutur Ketua DPN, Teguh Boediyana saat penganugerahan yang diselanggarakan Majalah Agrina bekerjasama dengan DPN di Jakarta, Kamis (10/10).
Teguh yang sempat menjadi saksi peran Bustanil dalam mengangkat peternak sapi perah dan koperasi susu ini bercerita. Meski peternak sapi perah sudah eksis sejak jaman penjajahan Belanda, tapi dari pengamatan diperoleh suatu indikasi dan bukti bahwa peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu, berkembang signifikan pada tahun 1978.
Jadi dapat dikatakan bahwa tahun 1978 sebagai tonggak kemajuan usaha peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu di Tanah Air bermula ketika Bustanil Arifin diangkat Presiden Soeharto sebagai Menteri Muda Urusan Koperasi dan tetap merangkap sebagai Kabulog.
Di awal jabatannya sebagai Menteri Muda Urusan Koperasi tahun 1978, Bustanul sempat membaca artikel di Majalah TIME yang berjudul Operation Flood in India. Isinya tentang sukses koperasi susu di India yang dipimpin Dr. Kurien.
“Dengan bekal artikel tersebut, Pak Bus menugaskan Muslimin Nasution yang saat itu menjabat sebagai Kabalitbang Bulog bersama dua orang lainnya yakni saya saya dan Drh. Mardiyanto karyawan di Ditjen Koperasi untuk ke India untuk mempelajari koperasi susu di India, kemudian untuk dikembangkan di Indonesia,” tuturnya.
Langkah Berani Pak Bus
Selanjutnya untuk menunjang program tersebut, diterbitkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Pengembangan Persusuan Nasional yang dipimpin Muslimin Nasution dan beranggotakan berberapa orang dari instansi terkait dan non pemerintah. “Ini adalah Surat Keputusan yang pertama yang diterbitkan Menteri Muda Urusan Koperasi,” tegasnya.
Nah, langkah kebijakan pertama dari Bustanil di awal tahun 1978 itu dan menjadi dasar yang kuat perkembangan peternakan sapi perah dan koperasi susu di Indonesia. Bahkan Teguh menilai sebagai suatu keberanian politik yang luar biasa yang diambil.
“Pak Bus ‘memaksa’ Industri Pengolahan Susu yang ada saat itu untuk menyerap susu yang dihasilkan peternak sapi perah rakyat dengan harga Rp 150-180/liter. Padahal sebelumnya beberapa Industri Pengolahan Susu yang menyerap susu peternak dalam jumlah yang sangat kecil dan dengan harga hanya Rp 60/liter,” ungkapnya.
Kebijakan adanya kepastian pasar dan harga yang layak tersebut ternyata menjadi panacea dan dengan sangat cepat mampu menggerakkan peternak sapi perah rakyat. Peternak rakyat segera membenahi usaha. Bahkan sentra peternak sapi perah rakyat di Pujon, Nongkojajar, Lembang, Pengalengan dan jalur susu Semarang Boyolali mulai menggeliat.
"Padahal saat itu tercatat hanya ada 11 koperasi susu dengan sebagian kondisi hidup segan mati tak mau. Pada Juli 1978 Pak Bus membantu koperasi yang ada untuk melaksanakan Temu Karya di Puslatpenkop Jakarta, sekarang menjadi Smesco,” ujarnya.
Temu Karya tersebut kemudian berhasil membentuk Badan Koordiansi Koperasi Susu Indonesia yang menjadi embrio Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Kebijakan untuk kepastian pasar susu segar hasil peternakan sapi perah rakyat dengan harga yang memadai ini selanjutnya disusul dengan kebijakan memberikan kredit murah dengan skim kredit 72/Kop dari BRI dan dijamin Lembaga Jaminan Kredit Kopreradsi (LJKK) yang didirikan Ditjen Koperasi saat itu.
Mulai tahun 1979 kata Teguh, mulai diimpor sapi perah dari Australia untuk didistribusikan kepada para peternak dengan pola skim kredit tersebut diatas. Tecatat antara tahun 1979 sampai dengan sekitar tahun 1986 an diimpor sapi perah sekitar 80 ribu ekor dari Australia, New Zealand ,dan sebagian kecil dari Amerika Serikat.
Adanya kepastian pasar dan harga yang memadai juga menjadi faktor penting sehingga program Panca Usaha Sapi Perah ( PUSP) Departemen Pertanian dapat direalisir karena pihak BRI merasa aman.
“Langkah berani dari Pak Bustanil Arifin terus menggelinding dan selanjutnya kebijakan dikukuhkan dengan adanya Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian pada tahun 1983,” ujarnya.
Dalam SKB ini antara lain ditetapkan peraturan yang menetapkan ekualisasi di mana besaran impor susu oleh IPS dikaitkan dengan penyerapan susu segar melalui wadah koperasi/Koperasi Unit Desa. “Waktu itu dikenal istilah Bukti Serap yang menjadi instrument pada saat Industri Pengolahan Susu yang akan melakukan impor susu dari luar negeri,” katanya.
Hasil positif dalam pengembangan peternakan sapi perah dan wadah koperasi susu semakin diperkuat dengan payung hukum yang lebih tinggi levelnya dan semakin kokoh. Di tahun 1985 untuk semakin menjamin perkembangan peternakan sapi perah dan persusuan, khususnya sapi perah rakyat dan koperasi susu, diterbitkan Inpres No. 2 tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.
Dalam Intruksi Presiden tersebut secara jelas tersurat : “Pengembangan persusuan ditujukan untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi persusuan dalam negeri sehingga terjadi peningkatan 4 produksi susu untuk mememnuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor, sekaligus meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani peternak “
Dengan berbagai kebijakan yang sangat pro peternakan sapi perah rakyat dan koperasi yang diawali di tahun 1978 ini, primer koperasi susu dan KUD yang menangani persusuan pernah mencapai jumlah diatas 200 buah. “Bahkan pada tahun 1995 produksi susu segar dalam negeri mampu memenuhi sekitar 50 persen kebutuhan nasional,” katanya.
Sayangnya, krisis moneter tahun 1997 menjadi suatu titik balik yang tragis. LoI IMF akhir tahun 1997 payung hukum pembinaan peternakan sapi perah dan persusuan di tanah air dihapus melalui Inpres no. 4 tahun 1998 dan Inpres No. 2 tahun 1985 dicabut dan tidak diberlakukan lagi.
“Peternak sapi perah dan koperasi susu akhirnya tidak lagi mempunyai payung hukum. Sejak tahun 1998 peternak sapi perah dan Koperasi susu memasuki kancah liberalisasi tanpa proteksi,” ujarnya.
“Kita berharap Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang juga pernah sebagai Ketua Umum HKTI akan memberikan atensi kepada peternak sapi perah rakyat dan Koperasi Susu,” harap Teguh Boediyana.