TABLOIDSINARTANI.COM, Merauke---Pemerintah berencana melakukan proyek cetak sawah 1 juta hektar (ha) di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Program ini dilakukan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Hingga September 2024, realisasi pada program tersebut telah mencapai 95 persen dari target penggarapan 40 ribu hektare lahan yang berlokasi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Dari jumlah tersebut, 30 ribu dalam masa pertanaman.
Mengenai program cetak sawah, Uskup Agung Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Uskup Agung Mgr. Petrus Canisius Mandagi mendukung upaya pemerintah tersebut. Baginya, proyek tersebut merupakan proyek kemanusiaan bagi masyarakat papua yang selama ini memiliki tanah subur namun belum dikelola secara baik.
Menurut Uskup Agung Mandagi, pertanian adalah sektor yang berkaitan erat dengan kebutuhan pokok sehari-hari, yaitu makanan. Karena itu, apa yang dicanangkan pemerintah melalui cetak sawah memiliki tujuan yang sama dengan hukum agama yang masyarakat Papua anut.
"Saya dukung program ini 100 persen karena disitu ada tujuan memanusiakan orang dengan pertanian. Maka kami dari gereja-gereja juga punya tujuan yang sama yaitu memanusiakan orang, bukan mengkotak-kotakan orang. Orang itu harus selaras dengan hukum kemanusiaan yang kita anut," ujar Uskup Agung Mandagi, Rabu, (25/9).
Mengenai hal ini, Uskup Agung Mandagi meminta agar pemerintah secara masif melakukan sosialisasi dan pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai, kata dia, program yang sudah bagus ini malah diprovokasi oleh segelintir orang yang tidak paham akan pentingnya kesatuan dan persatuan bangsa sesuai pancasila yang diwariskan para pendahulu untuk memberi keadilan pada masyarakat papua.
"Kadang-kadang ada aktivis yang belum mengerti apa itu Pancasila karena menilai cetak sawah ini dari satu sisi. Padahal ini adalah proyek Pancasila karena ada kemanusiaan. Jadi menurut saya pemerintah perlu melakukan lebih banyak sosialisasi supaya orang baik kita perbanyak dan orang jahat kita singkirkan," katanya.
Tuntas 100 Persen
Kendati begitu, Uskup Agung Mandagi meminta agar pemerintah betul-betul merealisasikan cetak sawah ini hingga tuntas 100 persen dan menjadikan tanah Papua sebagi tanah paling subur di Indonesia.
"Saya sudah katakan ini adalah program bagus namun harus ada bukti. Karena kenapa? Orang Papua ini sudah banyak makan janji, sehingga janji yang ini harus betul-betul dikerjakan," katanya.
Namun disisi lain, Uskup Agung Mandagi meminta masyarakat Papua menerima apa yang sudah digariskan tuhan melalui program cetak sawah. Jangan sampai, masyarakat berkonflik karena tanah yang digarap malah dihalang-halangi.
"Menurut saya, Ini tanah milik Tuhan Allah dan orang papua menyerahkan tanah tuhan ini untuk kepentingan masyarakat banyak. Kenapa? Ini Proyek kemanusiaan dan ini harus berdampingan dengan tuhan," katanya.
Mengenai hal ini, Uskup Agung Mandagi merasa yakin masyarakat Papua menyambut baik program yang dijalankan ini. Tapi dia ingin, pemerintah juga memberi kepastian agar masyarakat di sana diberdayakan sesuai dengan kearifan lokalnya.
"Saya pastikan orang papua pasti mendukung jika perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang ada di sana bertujuan memanusiakan. nah jangan sampai masyarakat tidak dilibatkan," katanya.
Uskup Agung Mandagi mengatakan, semua kebaikan termasuk upaya membangun cetak sawah harus diterima sebagai kebaikan yang mendapat restu dari tuhan. Jangan sampai, kebaikan ini malah menimbulkan keburukan akibat mendapat penolakan dengan alasan yang tidak rasional.
"Seperi apa kata Gus Dur yang selalu saya ingat. Dia katakan, kalau kita berbuat baik, orang tidak akan bertanya soal agama kita. Orang tidak akan bertanya kepada saya atau Bapak, asal kita berbuat baik," katanya.
Sementara itu, Pendeta Petrus mengatakan, paling penting adalah perhatian pemerintah terhadap masyarakat adat. Salah satunya dengan menjaga lingkungan dari kerusakan. Sebab, alam yang sudah bagus ini harus diolah untuk kebermanfaatan.
"Proyek ini harus memperhatikan alam, jangan menghancurkan adat yang ada di sana, jangan menghancurkan alam yang ada di sana. Justru kita harus memeliharanya. Karena seringkali orang Papua merasa, Ini punya kami, tidak usah ada yang mengolah. Tapi kan itu salah. Tuhan menciptakan alam ini supaya dikelola," katanya.