Semarang --- Di tepi jalan Desa Kwarasan, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, berdiri sebuah greenhouse berukuran 9 x 23 meter yang sepintas terlihat biasa saja.
Namun, jika melangkah masuk, kebun melon ini menyimpan inovasi dan pembelajaran yang luar biasa.
Greenhouse ini menggunakan sistem Dutch Bucket dengan drip irrigation yang dikontrol melalui sensor dan aplikasi ponsel.
Di dalamnya, ada 684 polybag dengan lima varietas melon unggulan.
Mulai dari Apolo, Sweet Hami, Honey Hami, Sweet Net 9, dan Queen Orange, yang ditanam dalam barisan berbeda.
Yang menarik, tidak semua buah tumbuh seragam pada daun ke-9 seperti praktik umum. Beberapa buah bahkan tumbuh lebih tinggi.
Menurut Kepala Dusun Kalangan sekaligus penanggung jawab kebun, Zainal Afandi, hal ini terjadi karena peserta pelatihan masih belajar melakukan polinasi.
“Greenhouse ini memang tempat pembelajaran bagi perangkat desa dan kepala dusun se-Kwarasan,” kata Zainal.
Zainal menambahkan, mereka belajar budidaya melon selama 1-2 musim tanam, lalu diharapkan dapat menerapkannya di wilayah masing-masing.
Zainal, yang memiliki pengalaman luas bekerja di perkebunan melon di Bandungan, Malang, hingga Bali, dipercaya sebagai mentor.
Ia sengaja menanam berbagai varietas melon untuk menentukan jenis yang paling produktif dan disukai konsumen.
“Kami ingin perangkat desa menguasai budidaya ini, sehingga mereka bisa menjadi mentor bagi warganya,” jelas Zainal.
Pelatihan dilakukan dengan metode learning by doing di mana peserta belajar sambil bekerja, mulai dari pengamatan hingga praktik polinasi.
Kepala Desa Kwarasan, Moh Tamim, menjelaskan bahwa budidaya melon ini didukung dana ketahanan pangan yang berasal dari 20?na Desa.
Program ini sesuai dengan Kepmendesa 82 Tahun 2022 yang menekankan pentingnya peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
“Uji coba pertama berhasil. Melon kami kebanjiran pembeli. Tahun ini, kami bangun satu greenhouse lagi,” kata Tamim.
Ia berharap program ini dapat menjadi penggerak ekonomi desa dan menjadikan melon sebagai komoditas unggulan Kwarasan.
Program ini juga mendapat dukungan dari Penyuluh Pertanian BPP Jambu, Imam Widiantoro, S.TP dan Canat Kecamatan Jambu, Sukamdi, SE yang menilai model ini efektif dalam memberdayakan masyarakat.
Imam menyebut bahwa metode learning by doing membantu peserta menyerap materi lebih baik karena langsung dipraktikkan.
Sukamdi menambahkan bahwa pengelolaan dana desa untuk ketahanan pangan bisa dikolaborasikan dengan kelompok tani, BUMDes, dan koperasi lokal.
“Dengan pengelolaan yang baik, dana ini bisa menghasilkan komoditas unggulan yang mendukung kesejahteraan petani dan masyarakat luas,” ujarnya.