TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta—Teh menjadi salah satu komoditas perkebunan yang selama ini banyak dikenal di pasar dunia. Sayangnya memang menurunnya kualitas membuat posisi Indonesia sebagai pemasok teh dunia kian menurun.
Padahal dari hasil penelitian di Jepang, perkebunan teh di Indonesia merupakan salah satu penghasil teh terbaik di dunia. Ternyata bukan hanya produk teh-nya saja yang diminati pasar glonal. Minyak teh Indonesia juga diminati konsumen Negeri Paman Sam, AS.
Pemilik Usaha Arafa Tea, Ifah Syarifah mengatakan, dirinya mendapat permintaan minyak teh hijau (oil green tea) cukup besar di Pasar Amerika Serikat (AS). Harganya pun cukup tinggi mencapai Rp 24 juta/liter. Padahal awalnya mereka hanya membayar Rp 12 juta/liter.
Ifah bercerita, usaha teh yang dikembangkan memang tidak memproduksi minyak teh hijau, tapi produk teh lain seperti Arafa Green Tea, Arafa White Tea, Arafah Black Tea dan Matcha Tea. Ada juga lotion berbahan baku teh. Bahkan untuk produk Cokelat Green Tea, Green Tea Rice Cracker dan teh rempah
Ifah mengatakan, awal memproduksi minyak teh dari kejadian yang tak terduga. “Saat ada pameran di Bali ada pengunjung dari AS menanyakan minyak teh. Saya bilang teh bisa dibuat minyak. Padahal sebenarnya saya juga belum tahu bagaimana membuat minyak teh,” tutur Ifah mengenang kejadian sekitar tahun 2012 tersebut.
Lebih kagetnya, satu bulan kemudian pengunjung tersebut email dan minta 4 liter minyak teh. Dari kejadian itu, Ifah lalu mencoba membuat minyak teh dari satu kuintal teh kering, tapi ternyata tidak ada minyaknya. Kemudian ia mencoba membuat dari teh layu, juga tidak ada minyaknya.
“Saya kemudian bertanyak ke teman yang menjadi dosen di ITB menyarankan untuk mencoba dari biji teh. Setelah diteliti biji teh mengandung lemak. Dari biji teh itulah bisa menghasilkan minyak,” tuturnya.
Cerita menariknya lagi, Ifah sempat bertemu dengan petani teh yang umurnya sudah cukup tua yakni 70 tahun. Tapi rambut petani tersebut tidak ada ubannya. “Kenapa rambut bapak tidak ada ubannya? Karena tiap hari saya pecahkan biji teh ke kepala dan mengusap ke rambutnya,” ujar Ifah mengenang cerita petani teh tersebut.
Dari pengalaman itulah, Ifah kian optimis bisa memproduksi minyak teh. Namun rangkaian peristiwa tersebut bukan akhir dari memulainya Ifah memproduksi minyak teh. Sebab, ternyata Ifah harus belajar lagi cara membuat minyak teh tidak. “Ternyata membuat minyak bukan dengan disuling, tapi harus di-press,” ujarnya.
Ujicoba terus dilakukan Ifah untuk mendapatkan minyak teh. Akhirnya ia berhasil memproduksi 1 liter minyak teh dari bahan baku biji teh sebanyak 1 kuintal. Padahal permintaannya mencapai 4 liter. “Akhirnya saya bisa menghasilkan 4 liter minyak teh, ternyata saya tidak menyangka mereka membayar dengan harga cukup tinggi, Rp 12 juta perliter. Jadi waktu itu saya dibayar Rp 48 juta,” tuturnya.
Namun Ifah mengakui untuk mendapatkan biji teh tidak mudah. Pasalnya, biji teh banyak terdapat pada tanaman yang justru tidak dirawat. Padahal di sisi lain, kualitas teh yang baik berasal dari tanaman teh yang terawat baik. Namun minyak teh menjadi bisnis menggiurkan bagi Arafa Tea.